MIMBAR RAKYAT.com (Jakarta): Kegagalan Kontingen Indonesia mempertahankan gelar juara umum, terpuruk ke posisi keempat pada SEA Games XXVII/2013 Myanmar, benar-benar memprihatinkan. Apalagi dalam pesta olahraga yang berakhir Minggu (22/12) itu, Indonesia juga tidak mampu memenuhi target merebut 120 medali emas. Demikian diungkapkan Pengurus Seksi Wartawan Olahraga (Siwo) PWI Pusat, dalam surat pernyataannya.
Para wartawan peliput olahraga yang tergabung dalam Seksi Wartawan Olahraga Persatuan Wartawan Indonesia (Siwo PWI) Pusat merasa gundah dan prihatin atas kegagalan total itu. Untuk itu melalui “Surat Pernyataan Keprihatinan” yang diluncurkan, Sabtu (21/12), Siwo PWI Pusat menghimbau agar Pemerintah yang diwakili Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo, Ketua Komite Olimpiade Indonesia (KOI) Rita Subowo, dan Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat Tono Suratman segera melakukan evaluasi secara ketat, mendalam dan menyeluruh atas pengalaman pahit di Myanmar tersebut.
Dalam pernyataan yang ditandatangani Ketua Harian Siwo Pusat, Gungde Ariwangsa dan Sekretaris Firmansyah Gindo, Siwo Pusat melihat, SEA Games Myanmar telah memberikan pelajaran berharga bagi masyarakat, khususnya insan olahraga, Indonesia. Pada perhelatan inilah Kontingen Indonesia telah kehilangan gelar juara umum yang diraih dua tahun lalu pada SEA Games XXVI saat Indonesia menjadi tuan rumah.
Dalam surat keprihatinan itu, disebutkan, selain lepasnya gelar juara umum itu ada yang lebih memperihatinkan yaitu posisi Kontingen Indonesia merosot drastis ke urutan nomor 4 (empat) klasemen perolehan medali SEA Games Myanmar. Indonesia yang meraih 64 medali emas, 83 perak dan 109 perunggu harus menerima kenyataan berada di bawah Thailand, Myanmar dan Vietnam.
Dengan menempari peringkat empat maka Indonesia kembali ke masa prestasi kelabu di ajang SEA Games seperti yang diraih di SEA Games XXIV/2007 di Nakhon Rachasima, Thailand. Beruntung tidak terpuruk pada prestasi terburuk ke posisi lima seperti yang terjadi pada SEA Games XXIII/2005 di Manila, Filipina.
Disebutkan juga, Indonesia juga gagal memenuhi target yang dicanangkan untuk merai 120 emas. Semula ketika berangkat ke Myanmar, Indonesia memang tidak menargetkan juara umum namun berusaha merebut 120 emas. Indonesia optimistis bisa masuk jajaran 3 (tiga) besar. Namun nyatanya ini pun tak tercapai.
Lebih lanjut Siwo Pusat menilai, kegagalan Kontingen Indonesia kali ini sebenarnya sudah dapat diprediksikan sejak persiapan dan keberangkatan menuju Myanmar. Pasalnya persiapan Kontingen Indonesia menghadapi berbagai kendala. Uang saku atlet tersendat-sendat, pemenuhan peralatan latihan dan pertandingan tidak bisa terpebuhi dengan baik, program uji coba yang tertunda-tunda bahkan terpotong tidak sesuai program.
Semua itu muncul karena belum jelasnya masalah pendanaan olahraga Indonesia terutama dalam persiapan mengfhadapi kegiatan multievent seperti SEA Games, Asian Games dan bahkan Olimpiade. Pemerintah belum bisa memberikan pendanaan yang memadai dan jelas. Pemerintah masih menganggap olahraga sebagai prioritas yang ke sekian dalam pembangunan bangsa.
Sudah begitu, kondisi iklim keolahragaan nasional juga tidak mendukung pembinaan prestasi. Ini berkaitan dengan adanya rebutan kepentingan antarlembaga yang bertanggungjawan dalam pembinaan olahraga di Tanah Air. Beberapa organisasi induk cabang olahraga (Pengurus Besar) terpecah. Kasus terakhir tentunya persaingan antara Komite Olimpiade Indonesia (KOI) dan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
Melihat kondisi tersebut maka Siwo Pusat yang mempunyai peran sebagai salah satu pilar pembina olahraga Indonesia menyatakan amat prihatin atas prestasi Kontingen Indonesia di SEA Games Myanmar. Prestasi di Myanmar, disebutkan, harus menjadi pelajaran untuk melakukan perbaikan serius ke depan.
Pemerintah, dalam hal ini Kantor Menteri Pemuda dan Olahraga bersama KOI dan KONI segera melakukan evaluasi yang ketat dan mendalam tentang sebab kegagalan di Myanmar. Mengusulkan agar Kemenpora, KOI dan KONI meninjau kembali dan membubarkan Program Indonesia Emas agar bisa dilakukan perbaikan menyeluruh baik program maupun reposisi dan personil yang mendukungnya.
Perlu segera dilakukan percepatan skala prioritas pembinaan pada cabang-cabang olimpiade potensi Indonesia dan cabang ibu olahraga yaitu atletik, renang dan senam.
Segera diakhir konflik dalam organisasi olahraga. KOI dan KONI harus bergandeng tangan memperbaiki merosotnya prestasi olahraga Indonesia dan bukan justru terus berpolemik atau berseteru.
Pemerintah (Kemenpora) segera memperjuangkan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia tentang pentingnya olahraga menjadi leading sektor dalam pembangunan bangsa dan negara. Dengan demikian juga diperjuangkan anggaran yang memadai dan jelas untuk pembangunan olahraga. Seperti yang dilaksanakan bangsa-bangsa dan negara-negara besar di dunia.
Dalam era informasi ini maka Kemenpora, KOI, KONI dan induk organisasi cabang olahraga perlu menerapkan penyampian informasi yang terbuka dan tertata dengan baik. Menguasi informasi menjadi salah satu prasyarat untuk menggelorakan semangat cinta olahraga dan memenangkan peratrungan di kancah olahraga.Demikian pernyataan keprihatinan dari Siwo PWI Pusat***eant