Mimbar-Rakyat.com (Jakarta) – Komisi VII DPR meminta pemerintah segera mengevaluasi kasus kelangkaan gas elpiji 3 kilogram (Kg). Anggota Komisi VII DPR RI, Bambang Patijaya menyebut evaluasi harus segera dilakukan agar dapat diketahui penyebab kelangkaan gas LPG 3 kg.
Kritik itu disampaikan Bambang saat rapat dengar pendapat antara Komisi VII DPR dengan Dirjen Migas ESDM, Kepala BPH Migas dan Dirut Pertamina Patra Niaga di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (13/9/2023).
“Kita harus mengevaluasi, tidak hanya sekedar situasional, ini kan ada beberapa persoalan mendasar, kenapa sih sampai terjadi kelangkaan seperti itu, karena ketika data didapatkan, ketika kuota ditetapkan, kemudian ketika dia disalurkan gak sinkron semua dengan realita,” kata Bambang.
Bambang menyatakan, adanya kesenjangan khususnya dalam penetapan dasar kouta gas elpiji 3 Kg. Dia mencontohkan kasus yang terjadi di Bangka Belitung.
“Contoh untuk di Bangka Belitung, ini ada dasarnya Pergub 530 tahun 2018, dalam Pergub itu dipatok bahwa satu kartu keluarga itu dalam satu bulan alokasinya 3 tabung, kira kira apakah tiga tabung itu cukup dalam satu bulan? kan sudah pasti tidak,” jelasnya.
“Mungkin bisa ditambah menjadi 5-6 tabung perbulan. Nah, sedangkan ini menjadi dasar penetapan, saya sudah bilang ke PJ Gubernur Babel, agar segera ini dievaluasi, ketika selama data yang naik ke atas nya pun belum valid sesuai dengan kebutuhan, ini akan selalu ada kesenjangan,” sambungnya.
Soroti Pajak Agen Gas
Bambang juga menyoroti pemerintah yang dia nilai tidak pernah mengantisipasi terkait penggunaan keperluan sektor mikro UMKM. Di dalam pergub ini dipatok misalnya, satu UMKM mikro itu 9 tabung per bulan, padahal mungkin kebutuhannya lebih.
“Karena dasar penentuan yang belum cocok seperti kebutuhan yang dibutuhkan oleh masyarakat, inilah sebab yang menjadi kelangkaan kelangkaan tersebut, sementara dropingnya mungkin seperti itu,” jelasnya.
Bambang menyebut adanya pajak yang ia nilai semena-mena. Menurutnya banyak keluhan dari para agen mengenai pajak yang harus dibayarkan.
“Saya melihat problem kita itu adalah problem egosektoral. Saya di Bangka Belitung banyak mendapat keluhan dari para agen terkait pajak yang harus dibayarkan yakni PPN dan PPH,” jelasnya.
Menurutnya, tidak ada masalah jika adanya pemungutan PPN kepada agen selama di dalam Harga Eceran Tertinggi (HET), karena itu kantor pajak diminta jangan semena mena dalam hal ini.
“Jangan sampai kawan perpajakan untuk KPI yang tinggi semua jadi dipajakin dengan semena mena, lalu kemudian ada negosiasi, kan ga wajar jadinya,” tandasnya. (ds/sumber Liputan6.com)