LEMBARAN hitam menyelimuti sepakbola Indonesia. Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur, menjadi saksi tragedi kematian massal yang dialami 129 orang suporter, termasuk dua anggota Polri, sangat memilukan. Tidak hanya keluarga korban yang berduka, tetapi negeri ini, bahkan dunia, dipastikan tertunduk duka. Kenapa hal tersebut arus terjadi. Selain korban tewas, 180 orang lainnya luka-luka.
Pertandingan saat Arema Malang menjadi tuan rumah laga pekan ke-11 Liga 1 2022-20233 itu — antara Arema FC dan Persebaya Surabaya pada Sabtu (1/10/2022) – menempatkan Indonesia di urutan kedua pada daftar 10 laga sepak bola di dunia yang paling banyak memakan korban jiwa. Stadion Kanjuruhan Malang dengan 129 orang tewas dan 180 cidera berada di bawah tragedi pada 24 Mei 1964, di Estadio Nacional Disaster, Lima, Peru, denna 328 orang tewas
Berikut tragedi lainnya; 9 Mei 2001, Accra Sports Stadium Disaster, Accra, Ghana, 126 tewas; 15 April 1989, Hillsborough Disaster, Sheffield, Inggris, 96 tewas; 12 Maret 1988, Kathmandu Hailstorm Disaster, Kathmandu, Nepal, 93 tewas; 16 Oktober 1996, Mateo Flores National Disaster, Guatemala City, Guatemala, 80 tewas; 1 Februari 2012, Port Said Staduim Riot, Port Said, Mesir, 70 tewas; 23 Juni 1968, Puerta 12, Estadion Monumental, Buenos Aires, Argentina, 71 tewas; 2 Januari 1971, Second Ibrox Stadium DIsasterm Glasgow, Skotlandia, 66 tewas; dan 20 Oktober 1982, Luzhniki DIsaster, Leni Stadium, Moskow, Uni Soviet, 66 tewas.
Rasa dukacita yang dikemukakan Presiden Joko Widodo atas tragedi 1 Oktober 2022 itu tentunya tak harus berhenti sampai di situ. Korban tewas harus dimakamkan, yang mealami cidera harus ditangani. Seperti dituturkan Presiden, semua pihak harus bergerak. Menteri Kesehatan dan Gubernur Jawa Timur harus terus memonitor khusus pelayanan medis bagi korban yang sedang dirawat di rumah sakit agar mendapatkan pelayanan terbaik.
Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri), dan Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) harus melakukan evaluasi secara menyeluruh tentang pelaksanaan pertandingan dan prosedur pengamanan penyelenggaraan sepak bola di Tanah Air.
Betul apa yang dikemukakan Presiden, tragedi sepakbola di Malang sangat disesalkan. Kejadian memilukan dalam sepakbola itu tidak boleh terulang. Apapaun hasil pertandingan antara dua kesebelasan tak boleh berakhir rusuh, seperti terjadi di Stadion Kanjuruhan yang berawal dari kemarahan suporter tuan rumah yang tidak terima Arema FC kalah 2-3 dari Persebaya. Suporter masuk ke lapangan.
Selain itu, pengamanan supoter harusnya dilakukan sesuai prosedur yang telah ditetapkan Federasi Sepakbola Internasional (FIFA), semisal tidak dibenarkannya suporter dihalau dengan gas air mata, seperti dilakukan petugas keamaan di Stadion Kanjuruhan. Gas air mata yang ditembakkan polisi ke arah suporter membuat sporter panik dan kocar-kacir, hingga akhirnya jatuh korban.
Semua harus diusut, tidak hanya panitia penyelegara tentang kesiapanya, aparat, PSSI sebagai iduk organisasi, bahkan juga pihak yang mengkoordinir sporter. Harus ada sanksi, tidak hanya sekadar menghentikan sementara kompetisi Liga I, tetapi perlu ada sanksi yang mampu membuat jera semua yang terlibat, hinggsa para suporter itu sendiri.
Tidak tertutup kemungkina FIFA menjatuhkan sanksi pada Indonesia (PSSI). Namun semua yang terkait tidak boleh hanya menunggu sanksi, tetapi juga menangani sendiri masalah ini agar tragedi tidak terulang lagi. Harus ada tindakan, semisal memberi sanksi kepada kota atau wilayah tidak boleh menggelar kompetensi di kota/wilayahnya sendiri untuk bebersapa tahun karena tak mampu menangani suporter.
Tragedi mematikan di Stadion Kanjuruhan pada Sabtu (1/10) harus mejadi cemeti bagi sepakbola Indonesia. Jangan ada lagi peristiwa serupa. Semua kendala harus bisa diatasi. Pengalaman membuktikan sejumlah masalah yang berkaitan dengan sepakbola bisa diatasi, mulai dari suporter yang merusak alat transportasi kereta api, melempari rumah peduduk di sepanjang perjalana kereta api yang mereka tumpangi, serta membuat keonaaran antara sesama suporter di sejumlah kota.
Bagi pemimpin negeri ini secara keseluruhan, tragedi sepakbola yang menewaskan banyak orang itu harus dijadikan pelajaran. Bukan tidak mungkin tragedi tersebut merupakan cerminan ketidakpuasan masyarakat atas kondisi yang ada akhir-akhir ini.
Apakah hal tersebut merupakan bagian gambaran bagaimana ketidak puasan banyak orang karena banyak hal? Karena kehilangan pekerjaan akibat dampak Covid-19, akibat ketidak mampuan membiaya kebutuhan anak sekolah, untuk makan, atau bisa jadi akibat naiknya harga BBM yang diikuti melambungnya harga kebutuhan pokok? Semua kemungkinan harus ditelusuri.***
Djunaedi Tjuti Agus adalah wartawan senior mimbar-rakyat.com.