Tuesday, December 03, 2024
Home > Cerita > Cerita Khas > Libur panjang, Catatan A.R. Loebis

Libur panjang, Catatan A.R. Loebis

Ilustrasi - Libur panjang. (id.pinterest.com)

Libur hari Sumpah Pemuda, Maulid Nabi SAW, Sabtu dan Minggu, sebanyak lima hari, disebut dengan istilah libur panjang dan orang pun banyak yang merasa senang.

Padahal selama ini pun rasanya seperti libur saja. Seperti libur panjang sekali. Banyak karyawan masih kerja dari rumah, sehari dua hari dalam seminggu masuk kantor.

Kalau yang bisnis daring sih, rasanya tak ada hari libur panjang. Tetap terus kutak-katik gadget, sesekali bungkus barang dagangan, bawa ke je en e atau titipan kilat, transaksi tiada henti. Tak ada kata libur panjang.

Tapi libur panjang itu, merupakan hari istimewa, terutama bagi yang punya kendaraan pribadi. Kalo yang gak punya, harus pesan tiket kereta, bahkan harus periksa swab sehari sebelumnya. Tempat duduk kereta api pun terbatas.

Bagi pemilik kendaraan pribadi, agak tak ragu keluar rumah bersama keluarga, karena berusaha tak berdekatan dengan orang lain. Jaga jarak istilahnya.

Nah, ternyata jalan menuju daerah wisata sudah melimpah, bahkan jalur menuju Puncak pun ruah, sehingga dibuat satu jalur.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi Rabu memantau kondisi lalu lintas di tol Cikampek menggunakan helikopter dan melihat betapa padatnya kendaraan di Km 47 A dan rest area Km 57 Tol Jakarta arah Cikampek.

PT Kereta Api Indonesia mengingatkan calon penumpang kereta api untuk melakukan Rapid Test di Stasiun  H-1 tanggal keberangkatan, untuk menghindari kepadatan antrean dan agar tidak tertinggal KA.

Sampai 25 Oktober, sudah 83 ribu tiket terjual untuk periode 27 Oktober hingga1 November 2020 atau 37% dari total tiket 50 persen yang disediakan, kata Wakil Humas KAI Joni Martinus.

Rapid test dua kali lipat

Joni menyebutkan, jelang libur panjang, terjadi kenaikan dua kali lipat jumlah peserta rapid test di stasiun, dimana biasanya 2.500 peserta per hari kini mencapai lima ribu peserta per hari.

Luar biasa minat masyarakat yang ingin memanfaatkan libur panjang, ingin keluar sesaat dari “kungkungan” rumah yang selama ini dirasa memenjarakan diri.

Belum ada laporan resmi, tapi pada Kamis ini, pasti kawasan wisata dalam kota seperti  TMII, Ancol, kebun binatang, dan kawasan Sentul, ramai tumpah ruah.

Padahal wabah covid 19 masih mengintip dimana-mana, siap menyengat siapa pun yang kurang awas, buktinya orang yang terinfeksi dari hari ke hari di Jakarta, masih terus meningkat.

Tak pelak lagi, Pemprov DKI Jakarta memperpanjang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) masa transisi selama 14 hari sejak 26 Oktober – 8 November 2020.

Berdasarkan pengamatan perilaku 3M yang dilakukan tim FKM dari UNICEF di DKI Jakarta,  sempat terjadi penurunan tren kepatuhan pada perilaku memakai masker dari 75% (12 Oktober 2020) menjadi 71% (24 Oktober 2020).

Kamudian kepatuhan menjaga jarak dari semula 75% (12 Oktober 2020) menjadi 73% (24 Oktober 2020, tetapi terjadi perbaikan perilaku mencuci tangan dari 39% (12 Oktober 2020) menjadi 43% (24 Oktober 2020).

Data dari Kementerian Kesehatan hingga Rabu, total penambahan kasus positif di DKI mencapai 844 orang, sehingga akumulasi kasus positif DKI Jakarta ini sebanyak 103.522 kasus.

Jumlah kasus sembuh sebanyak 1.047 orang sehingga akumulasi kasus sembuh di DKI sebanyak 90.064 orang.  Jumlah kasus sembuh sebanyak 1.047 orang sehingga akumulasi kasus sembuh di DKI sebanyak 90.064 orang

Dalam satu hari saja, kasus positif di Jakarta masih mencapai 844 orang, sehingga dipastikan pendemi itu masih merajalela kesana-kemari dan pemerintah sibuk untuk memagari agar libur panjang ini tidak menjadi klaster penularan Covid 19.

Libur panjang merupakan momentum untuk keluar rumah, sekeluarga pergi ke luar kota membawa anak-anak yang “bosan” di rumah, pergi ke Puncak dan nginap di vila, atau sekedar makan jagung dalam mobil.

Libur panjang membuat pemerintah dari pusat hingga desa meminta warga untuk berhati-hati, harus mematuhi protokol kesehatan, kuncinya cuci tangan, pakai maker dan jaga jarak. Artinya, jangan juga berkerumun di satu tempat.

Ini semua menyangkut perilaku baru – yang sebelumnya diistilahkan dengan ‘new normal’ – dan semoga kita mampu mengejawentahkannya dalam gerak kehidupan keseharian kita. (***)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Hallo kawan, silahkan klik tombol Like / Follow untuk mendapatkan berita dan tulisan terbaru