Mimbar.Rakyat.com (Jakarta) – “Menurut saya, biarkan internal parpol yang memilih pimpinan partainya secara demokratis. Tidak perlu ada pembatasan berapa periode masa jabatannya,” ujar Irman dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Sabtu (8/7/2023).
Mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI) Irman Gusman itu menilai bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menolak gugatan masa jabatan ketua umum partai politik (parpol) sudah tepat. Ia pun meminta setiap parpol untuk mau mengevaluasi diri agar menjadi lembaga yang bisa menjadi instrumen demokrasi yang sehat.
Irman menambahkan, parpol memiliki anggaran dasar (AD) dan anggaran rumah tangga (ART) yang menjadi landasan organisasi. Penyusunan AD dan ART tersebut tidak bisa dilepaskan dari proses kesejarahan, ideologi, kultur, serta hal-hal yang membuat mereka mau berkumpul dan berorganisasi.
“Kalau ada aturan yang membatasi, justru (hal itu) bertentangan dengan prinsip kebebasan berkumpul dan berorganisasi,” terang Irman.
Meski demikian, Irman juga mengimbau parpol untuk berbenah diri. Pasalnya, saat ini, masyarakat kerap menyoroti praktik rekrutmen kepemimpinan yang didasarkan pada kekerabatan dan kroni-kroni pimpinan parpol.
“Stop juga arogansi dan oligarki dari pimpinan parpol. Sebab, hal ini mengakibatkan penurunan kepercayaan publik terhadap parpol yang ditunjukkan dalam berbagai survei.”
Tak hanya itu, Irman pun juga menyoroti indeks demokrasi Indonesia yang mengalami penurunan. Menurutnya, hal tersebut juga tak terlepas dari peran parpol yang menjadi bagian dari sistem demokrasi. Untuk diketahui, berdasarkan laporan dari The Economist Intelligence Unit (EIU) pada awal Februari 2023, indeks demokrasi Indonesia mengalami penurunan, yakni dari posisi ke-52 menjadi ke-54.
Adapun penilaian tersebut didasari pada sejumlah variabel, seperti proses pemilihan umum (pemilu) dan pluralisme, kebebasan sipil, fungsi pemerintah, partisipasi politik, serta budaya politik. “Saya kira, dari aspek-aspek ini, parpol menjadi faktor penting juga dalam penilaian. Untuk itulah, parpol harus terus berbenah diri. Dengan begitu, mereka bisa menjadi cerminan pelaksanaan demokrasi yang sehat,” terangnya.
Irman juga menyampaikan ketidaksetujuannya terkait pernyataan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Bambang Soesatyo yang menyebut bahwa Indonesia adalah milik pimpinan parpol dan rakyat hanya memilih apa yang sudah ditentukan parpol.
Baginya, hal tersebut bukanlah konsep ideal dalam bernegara karena rakyat adalah pemegang kedaulatan tertinggi, bukan pimpinan parpol.
“Saat rakyat sudah memberikan mandat melalui pemilu, bukan berarti pimpinan parpol bisa berbuat semau mereka sendiri. Sebab, parpol hanya menjalankan apa yang menjadi kehendak rakyat. Apa pun yang dilakukan pimpinan parpol harus sesuai dengan kehendak rakyat, bukan sebaliknya,” terang Irman.
Irman menambahkan, Indonesia memilih jalan demokrasi sebagai jalan untuk berbangsa dan bernegara. Pilihan ini, menurutnya, sudah tepat karena demokrasi menjadikan rakyat sebagai pemegang utama kedaulatan, yakni dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat.
“Kita sudah memilih demokrasi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang menjadikan sila-sila dalam Pancasila sebagai dasar bernegara serta berdemokrasi,” jelas Irman.
Dia menegaskan, dalam sebuah negara demokrasi ini, parpol adalah sebuah pilar yang sangat penting karena menjadi instrumen untuk melakukan rekrutmen dan menyiapkan kepemimpinan bangsa. Selain itu, parpol juga menjadi wadah komunikasi dan perjuangan bagi aspirasi rakyat.
“Jadi, parpol memiliki peran yang sangat penting agar keinginan dan kehendak rakyat itu bisa dijalankan oleh pemerintah. Dengan begitu, apa yang dilakukan oleh pemerintah bisa sesuai dengan kehendak rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi,” papar Irman. (ds)