MARTABAT PERS
Setiap tanggal 9 Februari, kalangan media memperingati sebagai Hari Pers Nasional. Tanggal ini dipilih berdasarkan kelahiran Adinegoro, salah satu pemuka pers masa lampau.
Akan tetapi, saya–seperti sedikit orang lainnya–lebih memilih 1 Januari sebagai tongggak kelahiran pers nasional bersamaan dengan koran Medan Prijaji (1 Januari 1907) yang digagas oleh Raden Mas Tirto Adhi Soerjo.
Dia-lah Sang Pemula. Dia-lah yang menarik batas tegas (1) “pribumi” dan “penjajah”, (2) yang “memerintah” dan “yang diperintah”, (3) yang “menjajah” dan “yang ingin merdeka” dan (4) yang membela hak-hak inlander melawan penguasa kolonial.
Tak ada keraguan tentang hal ini. Namun saya tak hendak berkonfrontasi dengan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan pemerintah. Martabat pers Indonesia adalah kemenangan gagasan Tirto Adhie Suryo melawan politik devide et impera Belanda. Ia pertaruhkan jiwa raganya untuk melawan penindasan itu. Jauh sebelum generasi Soekarno-Hatta berkiprah.
Saya bangga menjadi bagian dari sejarah otentik yang penuh idealisme itu.
Bukan sekadar perayaan gagah-gagahan dan kosong makna.
Apalagi tunduk di bawah kepentingan para pemilik modal seperti mayoritas media di Indonesia hari ini.
Suwidi Tono