Pernahkan Anda bertemu orang yang kerjanya hanya membicarakan orang lain. Setiap saat mencari-cari kekurangan orang lain. Setiap saat sibuk menghitung rezeki orang lain. Setiap saat memperhatikan tindak-tanduk orang lain. Semula saya kira itu hanya ada di sinetron, novel, dan angan-angan penulis fiksi. Tetapi ternyata orang seperti itu ada di dunia nyata. Dan mungkin juga hidup di sekeliling pembaca sekalian.
Padahal saya pernah dengar entah di mana dalam suatu ceramah agama. Ketika Anda wafat nanti, yang ditanya malaikat penjaga adalah apa yang Anda kerjakan di dunia, amal saleh yang Anda lakukan.
Malaikat tidak akan pernah bertanya tentang kiprah orang lain. Tidak relevan di alam akhir sana. Allah SWT sudah membuat mekanisme agar bagian-bagian tubuh kita menjawab pertanyaan sang malaikat. Mulut sudah terkunci. Jadi malaikat tidak perlu suami, istri, ayah, ibu, anak atau tetangga menyampaikan “cerita” agar tahu tentang kiprah manusia di dunia.
Tetapi tetap saja ada manusia yang mengurusi orang lain. Tetangga kurang aktif di majelis taklim. Sering absen dalam salat berjamaah. Jarang menyumbang kalau ada kegiatan yang bersifat keagamaan. Kalau menghidupkan sepeda motor knalpot sering terlalu berisik. Suka pamer kekayaan. Dst, dst.
Semua itu menjadi gossip hangat untuk dibicarakan, diungkit-ungkit di setiap pertemuan. Seolah tidak ada pekerjaan lain yang lebih penting, tidak ada hal lain yang lebih urgen untuk dikerjakan.
Manusia diciptakan dalam kondisi lingkungan yang berbeda-beda, yang membuat setiap orang punya cara menghadapi dunia. Pandangan hidup, sikap hidup, tidaklah mungkin sama untuk setiap individu. Sehingga terkadang ada yang dianggap nyeleneh, aneh, anti sosial, dan tidak ramah terhadap lingkungan.
Kecuali orang itu sudah merugikan banyak orang, menciptakan kekisruhan, masyarakat tidak boleh sembarang menilai pribadinya. Kalau bisa, diberi tahu, dan diajak bicara dulu.
Bisa saja di lingkungan dia seperti tidak bermanfaat tetapi ternyata di luar orang itu dikenal sangat bijak, suka menyumbang, banyak berperan bagi masyarakat. Bisa jadi dia kontributor resmi bagi lembaga amal, panti asuhan, lembaga sosial atau keagamaan. Penyebabnya, tidak mau dianggap sombong atau riya, membangga-banggakan diri, kekayaan, dan sumbangsih.
Menahan diri dari membicarakan orang sebenarnya mudah, kalau kita bersikap positif. Semua dilihat secara positif, katakanlah melihat kekurangan orang sebagai kelebihan atau paling tidak perbedaan yang wajar. Sewajar kita melihat bahwa rambut manusia di dunia ini ada yang gelap ada yang pirang, ada yang lurus, ada yang keriting, ada yang ikal.
Kadang, penyebabnya juga karena banyaknya waktu kosong. Akhirnya ngomong atau berpikir ngalor ngidul. Cara mengatasinya sederhana, kalau merasa nganggur, membacalah. Di zaman now ini ada banyak yang bisa dibaca melalui ponsel pintar kita. Atau menulislah. Tinggalkan kumpulan orang kalau sudah mulai bicara yang aneh, negatif, dan tidak jelas arahnya.
Waktu akan terus berjalan. Petik manfaat sebanyak-banyaknya. Jangan sampai tergilas waktu, kita lalu menjadi tua tanpa berbuat apa-apa.
Membicarakan orang, menghitung kantong orang, sungguh tak perlu. Demi waktu, orang yang berguna adalah orang yang lebih baik dibanding hari kemarin. (*)