Angin berhembus sepoi-sepoi, dedaunan pohon pisang melambai-lambai, gemericik air kali kecil seperti bernyanyi dari kejauhan, sementara kelelawar sesekali melintas cepat membelah redup lampu yang seolah berusaha menyinari kelam malam.
Beberapa orang duduk di atas terpal, sebagian beralas lantai, dalam ruangan kecil tak bertembok, yang sebagian ditutup dengan bekas spanduk. Bila menengadah, terlihat langit karena banyak bagian atap yang menganga. Pada 17 Agustusan lalu, tempat itu digunakan sebagai pentas kesenian anak-anak.
Di salah satu sisi dipasang kain putih berfungsi sebagai layar. Oh, rupanya akan ada acara, bukan untuk nonton bareng alias Nobar, melainkan untuk peragaan sesuatu lewat layar in-focus. Ada rapat kecil rupanya dan saya hadir di sana.
Senda gurau sesama bapa-bapa muda memeriahkan suasana. Kopi mulai disedu, tempe goreng diedarkan dan salah seorang berujar, “Sabar ya bapak-bapak, nanti ada acara santap malam.”
Momen sederhana itu ternyata merupakan serah terima jabatan ketua klaster E dari Pak Teguh kepada Pak Sofyan. Eh, sebelum kelupaan, acara ini berlangsung di perumahan Puri Arraya I di Cicadas, Ciampea, Bogor.
“Ini acara informal aja, Pak. Laporan keuangan selama setahun baru klar, karena ada tambahan pada kas tentang keuangan acara 17 Agustusan kemarin,” kata Teguh, sebelum membuka resmi rapat kecil itu. Sementara pesertanya satu per satu bertambah, banyak yang baru pulang malam dari berkegiatan rupanya, walau Sabtu malam. Khusus klaster E, penghuninya sekitar 40 KK.
Pantulan teks ke layar sudah terpampang, berisi angka-angka yang tertata rapi lewat program exel dari laptop bendahara, Pak Hernawan.
“Silahkan Pak Her, jelaskan pengeluaran dari bulan ke bulan sepanjang 2023,” kata Teguh. Sekelompok ibu yang tidak ikut dalam acara itu, kelihatan saling canda di kejauhan, di depan rumah Mas Mul, warga Puri.
Beberapa bocah masih bersileweran naik sepeda. Malam berjalan pelan tapi pasti, sementara kelelawar terbang semakin tinggi. Untung nyamuk tak banyak mengganggu, hanya serangga kecil sesekali menjalar di kaki.
Hernawan dengan tegas dan lugas menjelaskan angka-angka pada layar. Beberapa orang maju mendekat, mungkin pandangannya agak kabur melihat dari kejauhan.
Walau semua serius, tapi sesekali ada aja yang nyeletuk memecah tawa yang hadir. Pendatang baru menyeduh kopi, sementara termos harus dicolok lagi karena isinya mulai dingin.
“Angka ini untuk beli susu beruang,” kata Hernawan menunjuk angka pada layar dan seseorang nyeletuk, “Untuk yang di belakangmu itu ya,” karena di belakang Hernawan ada seseorang gemuk dan..tawa kembali pecah.
Ketika lembar laporan dibalik, seseorang berujar, “Eh..ini coba dicek ulang..seingat saya dulu waktu beli cairan fogging lebih dari ini. Ntar kamu bisa nombok.”
Luar biasa, ada aja yang ingat tentang angka-angka itu, padahal ia tidak bawa catatan. Yang lain pun mengingatkan yang lain. Dengan memori yang bagus untuk saling mengingatkan, laporan pertanggungjawaban itu bisa selesai dengan baik dan masih ada saldonya. Beberapa bapak lain pun bertanya dan semua terjawab dengan baik. Di antara mereka terlihat Pak Rony, Pak Zul, Pak Tri, Pak Fahmi, Mas Mul, Arma, Ramdan, Hasmudin dan beberapa lainnya.

“Alhamdulillah masih ada saldo, padahal dana iyuran ke erte untuk September sudah kita talangi,” kata Teguh disambut Sofyan dengan ucapan, “Laporan keuangan yang baik di antaranya ditandai dengan masih adanya saldo untuk tiga bulan peruntukan ke depan.”
Warga mengucapkan terima kasih kepada Pak Teguh, yang sudah dengan ikhlas meluangkan waktunya untuk mengurus segala sesuatunya sebagai ketua klaster E, termasuk mempertanggungjawabkan masalah keuangan.
Warga juga berterima kasih kepada Pak Sofyan, yang dengan tulus menerima permintaan warga untuk menggantikan Pak Teguh pada periode kepengurusan 2024-2025.
Keguyuban warga di klaster E Puri Arraya, merupakan prototipe komunitas yang tertata dengan rapi dan menyimpul sebagai satu simbol kekuatan “dari kita untuk kita” .
“Semoga kita tidak ada yang ketularan dengan oknum-oknum yang memainkan uang negara atau yang bukan haknya dengan jumlah fantastis, milyaran dan trilyunan rupiah,” kata seorang bapak.
Situasi negara saat ini menjadi pembicaraan dalam sesi penutup temu warga yang umumnya masih muda dan bekerja dengan berbagai profesi di wilayah Jabodetabek itu. Dana untuk atlet PON XX1 Sumut-Aceh yang dimark-up miliaran rupiah, tak luput dari pembicaraan, juga masalah narkoba yang semakin menghantui masyarakat, termasuk di wilayah Bogor dan sekitarnya.
Eh, tak dinyana ternyata santapan malam sudah terhidang, ada ayam bakar, mi goreng dan lainnya. “Silahkan disantap,” kata Pak Tri, yang ternyata hari itu merayakan hari ulang tahunnya. Semua ceria dan bahagia.
Malam semakin beringsut, angin tambah kuat menerpa kulit dan telinga, kelelawar mungkin sudah pulang ke sarang bahkan serangga pun sepertinya kedinginan masuk berlindung ke balik tikar. Anak-anak sepi, kaum ibu sudah kembali.
Komunitas guyup di Puri Arraya, yang iklas saling bantu antara yang ada dan yang papa. Yang tidak memainkan sepeser pun uang warga, yang seia sekata menata kehidupan bersama – kehidupan seperti inilah yang didambakan di negara tercinta, yang namanya Indonesia! (arl)