Wuih, mereka begitu semangat, bersorak, tertawa gembira, berlomba, dielu-elukan orangtua mereka di tepi lapangan sementara masker tetap menempel di wajah mereka.
Panas mulai terik, namun angin berhembus kencang, sehingga panas tak terasa, kendati bulir-bulir keringat mulai berlelehan di wajah dan sebagian sudah membasahi pakaian kanak-kanak itu, yang sedang memaknai kata Merdeka di lapangan terbuka.
Ya, angin memang kencang, maklum saja, lomba itu dihelat di tepi ngarai kecil yang didasarnya mengalir kali kecil. Banyak pepohonan berbagai tumbuhan, di antaranya pohon bambu yang bergerak-gerak perlahan, sesekali bergoyang kencang disaat angin berhembus lantang.

Lomba 17 Agustusan itu diadakan di permukaan lapangan bulu tangkis, yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat Klaster E Perumahan Puri Arraya, Cicadas, Ciampea, Bogor Barat.
Sebelumnya, lapangan itu berupa semak-semak belukar. Setapak demi setapak rerumputan dibabat warga. Biaya pembangunannya urunan bersama, sampai akhirnya dapat digunakan pertama kali Minggu.
Betapa bahagianya. Semua gembira, kanak-kanak berlomba memasukkan bendera ke dalam botol, membawa kelereng di atas botol dan sebagainya, diselingi lomba orang dewasa bapak dan ibu, dimulai lari dalam karung dan lainnya.
Di antara peserta lomba yang merangkap panitia kelihatan Roni, Tri, Teguh, Luki, Arma, Sofyan, Zul, Pak De, Fahmi, dan lainnya – para bapak “muda” yang bermukim di kawasan Blok E – lokasi tenang di bagian belakang perumahan, yang udaranya enak, banyak panas dan selalu hujan di petang hari.
“Acara tahunan ini membuat kita berkumpul bersama, para orang tua dan kanak-kanak, bergembira dan berlomba. Besok merupakan lomba final dan dilanjutkan acara puncak dan pembagian hadiah dan door-prize,” kata Tri, ketua Blok EI.
Di kawasan itu, Merah Putih berkibar di depan-depan rumah, di lapangan, di tepi jalan dan..tentu saja di dalam dada para peserta lomba yang masih kanak-kanak itu, walau mereka belum memahami arti dan makna kemerdekaan bangsa yang ke-75 itu.
Merdeka!! (ar. loebis)