Sunday, September 08, 2024
Home > Berita > Moulay Brahim rumah bagi sekitar 3.000 orang, kini diselimuti duka

Moulay Brahim rumah bagi sekitar 3.000 orang, kini diselimuti duka

Menara masjid berdiri di belakang rumah-rumah yang rusak atau hancur pasca gempa bumi di Moulay Brahim, provinsi Al-Haouz, pada 9 September 2023. (Foto: AFP/Arab News)

Mimbar-Rakyat.com (Moulay Brahim, Maroko) – Lahcen duduk di sudut apotek desa di Moulay Brahim di pegunungan High Atlas Maroko. Dia tidak bisa dihibur setelah kehilangan istri dan empat anaknya akibat gempa Jumat (8/9) malam.

Kepala pria berusia 40 tahun itu tertunduk, badannya meringkuk kesakitan.

“Aku sudah kehilangan segalanya,” katanya dengan suara yang nyaris tak terdengar. Tragedi yang menimpa keluarga Lahcen menjadi perbincangan semua orang di desa pegunungan sekitar satu jam perjalanan dari kota wisata Marrakesh. Duka terjadi di mana-mana.

Saat itu hari Sabtu sore, dan petugas penyelamat belum berhasil menemukan jenazah istri dan putranya dari puing-puing yang dulunya merupakan rumah mereka.

Jenazah ketiga putri Lahcen yang tak bernyawa telah diangkat dari reruntuhan.

“Saya tidak dapat melakukan apa pun saat ini, saya hanya ingin menjauh dari dunia dan berduka,” katanya, seperti dilaporkan Arab News.

Dia sedang berada di luar rumah mereka ketika gempa berkekuatan 6,8 skala richter terjadi pada pukul 23.11. (2211 GMT) pada hari Jumat (8/9) lalu.

Gempa terkuat yang pernah melanda kerajaan Afrika Utara itu menewaskan lebih dari 2.000 orang dan melukai lebih dari 2.000 orang, banyak di antara mereka dalam kondisi kritis.

Lebih dari separuh korban tewas, yakni 1.293 orang, meninggal di provinsi Al-Haouz, tempat pusat gempa tercatat. Moulay Brahim berada di provinsi tersebut dan menderita lebih dari selusin kematian, bahkan lebih banyak lagi yang dikhawatirkan. Warganya kini diselimuti duka.

Petugas penyelamat yang menggunakan alat berat pada hari Sabtu mencari korban selamat dan korban di reruntuhan rumah yang runtuh. Kuburan sedang digali di sebuah bukit di desa untuk menguburkan korban.

Hasna, perempuan berusia empat puluhan, duduk di depan pintu rumahnya yang sederhana di desa. Dia masih shock.

“Ini adalah tragedi yang mengerikan. Kami sangat terkejut dengan apa yang telah terjadi.

“Keluarga saya selamat, namun seluruh desa berduka atas anak-anak mereka. Banyak tetangga saya kehilangan orang yang saya sayangi. Rasa sakitnya tak terlukiskan,” kata Hasna.

Sebelum bencana terjadi, Moulay Brahim adalah rumah bagi sekitar 3.000 orang.

Di dataran tinggi desa, Bouchra menyeka air mata dengan syalnya saat dia melihat para pria menggali kuburan.

“Cucu sepupu saya sudah meninggal,” katanya. “Saya menyaksikan kehancuran yang terjadi. Saya masih gemetar. Itu seperti bola api yang menghanguskan segalanya.

“Semua orang di sini kehilangan keluarga, di desa ini dan di desa lain.”

Warga desa lainnya, Lahcen Ait Tagaddirt, kehilangan dua kerabat mudanya yang tinggal di desa terdekat. Keponakannya berusia enam dan tiga tahun ketika mereka meninggal.

“Itu adalah kehendak Tuhan,” ulangnya, namun ia juga menyalahkan isolasi wilayah tersebut.

“Di sini kami tidak punya apa-apa. Daerah pegunungan sangat sulit,” katanya.

Seorang tetangga muda yang meminta untuk tidak disebutkan namanya menceritakan bagaimana pamannya lolos dari kematian.

“Dia sedang berdoa ketika atapnya runtuh, namun dengan keajaiban mereka berhasil mengeluarkan dia dari reruntuhan rumahnya,” katanya.

“Sungguh luar biasa jika kita berpikir bahwa guncangan yang terjadi beberapa saat saja dapat menyebabkan begitu banyak kemalangan.”***(edy)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Hallo kawan, silahkan klik tombol Like / Follow untuk mendapatkan berita dan tulisan terbaru