Thursday, December 12, 2024
Home > Cerita > Cerita Khas > Nabi Tidak Makan Sedekah 

Nabi Tidak Makan Sedekah 

Ilustrasi - Sedekah. (depositphoto)

Mendengar kata “sedekah” maka sebagian besar fikiran tertuju kepada orang-orang yang meminta di pinggir jalan untuk dikasihani dengan uang receh, atau pikiran kita umumnya tertuju kepada kotak amal di mesjid yang lewat di hadapan kita saat khatib khutbah Jumat.

Uang yang dimasukkan kedalam kotak amal itu pada umumnya jenis uang kecil, sisa kembalian belanja yang masih mengendap di dompet.

Jarang sekali orang memberi senilai 100 ribu kepada peminta-minta yang berdiri dipinggir jalan dengan wajah memelas, pun pecahan kecil juga diberikan ketika disodorkan kardus yang tertulis untuk; bencana alam, pembangunan mesjid, pasantren atau bantuan untuk anak yatim.

Pernahkah kita terfikir kenapa yang kita berikan itu uang receh bukan uang besar apalagi jumlah sangat banyak?

Sedekah itu memiliki energi negatif, diberikan atas dasar kasihan bukan karena jasa tertentu dan orang yang memberikan sedekah pun tidak merasakan manfaat langsung dari tindakannya. Karena wadah yang menerima sedekah juga kecil (dia tidak memberikan manfaat langsung) maka uang yang dia terima juga kecil sesuai dengan energi yang dia miliki.

Maka Rasulullah SAW sangat melarang ummatnya meminta-minta, mengharapkan orang lain menyantuni dan memberi kepada dia karena energi atau semangat meminta itu negatif.

Nabi S.A.W menerima hadiah dan menolak sedekah, karena hadiah itu pemberian non komersial yang diberikan karena rasa menghargai. Sedekah sebaliknya, pemberian non komersial yang diberikan karena rasa kasihan. Non komersial cuma diukur 5 ribu rupiah, lah itu kan menghina? Artinya diri Anda tidak bernilai di mata si pemberi, hanya dikasihani saja.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا أُتِيَ بِطَعَامٍ سَأَلَ عَنْهُ فَإِنْ قِيلَ هَدِيَّةٌ أَكَلَ مِنْهَا وَإِنْ قِيلَ صَدَقَةٌ لَمْ يَأْكُلْ مِنْهَا

“Dari Abu Hurairah R.A, ‘Apabila Nabi S.A.W diberi makanan, beliau pasti menanyakannya. Bila dikatakan bahwa itu adalah hadiah, beliau memakannya, dan bila dikatakan itu adalah sedekah, beliau tidak berkenan memakannya.’” (H.R. Muslim).

Nabi tidak menolak pemberian apapun dari ummatnya, namun Beliau memilih tidak memakan pemberian dalam bentuk sedekah tapi memakan pemberian dalam bentuk hadiah.

Nabi adalah seorang pedagang dan sangat memahami hukum ini. Berbeda dengan dagang, walaupun anda dapat untung cuma 5 ribu, itu hasil jerih payah anda dan layak anda terima. Maka orang yang mendapatkan uang dari hasil usaha sendiri akan lebih dinikmati dari pada dari meminta-minta.

Maka Nabi sangat melarang ummatnya meminta-minta atau mengemis..

“Siapa yang memberikan jaminan kepada-Ku bahwa dia tidak akan meminta sesuatu kepada orang lain. Maka, Aku juga menjamin untuknya surga.” (HR Abu Daud dan Hakim)

Meminta itu dibolehkan Nabi dengan kondisi darurat, demikianlah seperti yang dirasakan salah seorang sahabat, Qabishah bin Mukhariq Al Hilal. Ketika ia tidak mampu lagi menunaikan nafkahnya lantaran beratnya beban hidup yang melandanya, Rasulullah pun memberikannya tiga syarat.

“Hai Qabishah, sesungguhnya meminta-minta itu tidak boleh, kecuali bagi salah satu dari tiga golongan. Pertama, orang yang memikul beban tanggungan yang berat di luar kemampuannya. Maka, dia boleh meminta-minta sampai sekadar cukup, lalu berhenti.

Kedua, orang yang tertimpa musibah yang menghabiskan seluruh hartanya. Maka, dia boleh meminta sampai dia mendapatkan sekadar kebutuhan hidupnya.

Ketiga, orang yang tertimpa kemiskinan sehingga tiga orang yang sehat pikirannya dari kaumnya menganggapnya benar-benar sangat miskin. Maka, dia boleh meminta sampai dia mendapatkan sekadar kebutuhan hidupnya. Sedangkan selain dari ketiga golongan tersebut hai Qabishah maka meminta-minta itu haram, hasilnya bila dimakan juga haram.” (HR Muslim).

Nabi melarang ummatnya meminta itu untuk mendidik kita semua menjadi pribadi yang mandiri dan maju. Maka sudah sepantasnya kita ummat Islam itu kuat dalam segala bidang terutama ekonomi sehingga untuk membangun mesjid atau pasantren tidak perlu meminta-minta dipinggir jalan, hal yang tersirat dilarang oleh Nabi.

Di atas sedekah ada hadiah dimana yang memberi dan diberi berada dalam kondisi setara atau memberi dengan perasaan senang. Pada tahap lebih tinggi dari hadiah, ada namanya pemberian atas dasar cinta.

Pemberian para sahabat seperti Abu Bakar Shiddiq dan lain lain adalah pemberian diatas hadiah yaitu mereka memberi karena mereka sangat mencintai Nabi. Ibarat kita mencintai seseorang, maka pemberian kita bukan karena mengharapkan sesuatu, bukan karena kasihan tapi murni karena getaran cinta di hati.

Maka orang yang bermental ingin diberi bukan memberi akan jatuh menjadi orang susah dan melarat sementara orang yang bermental ingin memberi akan menjadi orang yang makmur.

Sesuai hukum alam yang berlimpah, senantiasa memberi kepada kita tanpa meminta, tugas kita hanya merawat saja.  (sufinet/him)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Hallo kawan, silahkan klik tombol Like / Follow untuk mendapatkan berita dan tulisan terbaru