Mimbar-Rakyat.com (Surabaya)- Nenek penjual gorengan di Surabaya, Asfiyatun (60), divonis lima tahun penjara oleh Majelis Jakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, karena menerima paket yang tak diketahuinya. Belakangan paket itu ternyata berisi ganja pesanan anaknya yang sedang mendekam di penjara.
Berangkat dari kronologi yang dipaparkan selama persidangan, kejadian ini tercatat bermula saat Asfyatun didatangi oleh orang yang diketahuinya sebagai ‘Ibunya Priska’, di rumahnya Jalan Wonokusumo Kidul, Surabaya, awal Januari 2023 lalu. Ibunya Priska belakangan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Saat itu, Ibunya Priska mengaku telah memesan ganja senilai Rp32,5 juta kepada anak Asfiyatun bernama Santoso, yang sedang mendekam di Lapas Semarang. Namun barang itu belum diterima Ibunya Priska dengan utuh.
Asfiyatun yang tak tahu menahu soal masalah itu, kemudian menghubungi Santoso, yang sedang mendekam di Lapas Semarang. Dia meminta putranya mengembalikan uang milik Ibunya Priska.
Namun, Santoso malah menyuruh ibunya itu, untuk memberikan uang sebesar Rp100 ribu kepada tetangganya bernama Pi’i. Uang itu digunakan untuk ‘menurunkan’ sisa paket ganja. Pi’i kini juga berstatus DPO.
Lalu, pada 8 Januari 2023 pukul 00.30 WIB dini hari, saat Asfiyatun sedang beristirahat di rumahnya, dia tiba-tiba didatangi oleh kurir bernama Ali yang membawa dua kardus cokelat berisi 17 kilogram ganja pesanan Santoso. Ali pun saat ini berstatus DPO.
Ali mengatakan, barang itu akan diambil lagi olehnya esok hari, pada 9 Januari 2023. Asfiyatun pun mau menerima penitipan barang itu. Asfiyatun kemudian sempat memindahkan sebagian kardus itu ke rumah miliknya yang lain, tak jauh dari lokasi.
Di hari yang sama, 9 Januari 2023, sekira pukul 19.30 WIB, seorang anak berinial ZA, datang ke rumah Asfiyatun untuk mengecek dan memastikan keberadaan kardus paket ganja itu.
Setelah dari sana, ZA ternyata diringkus oleh aparat. Dia kedapatan membawa satu bungkus plastik klip berisi ganja dengan berat kotor 1,66 gram. Namun, berdasarkan keterangan jaksa, penyelidikan kasus ZA sendiri dihentikan oleh kepolisian.
“Dari pengakuan anak saksi ZA dia mendapatkan narkotika jenis ganja dari rumah Asfiyatun, pada saat disuruh oleh Pi’i untuk mengecek dan memastikan narkotika jenis ganja yang terdapat di rumah terdakwa,” tulis keterangan jaksa.
Keesokan harinya, Selasa, 10 Januari 2023 sekira pukul 08.30 WIB, Satresnarkoba Polrestabes Surabaya menggerebek rumah Asfiyatun. Saat digeledah, petugas menemukan dua buah timbangan elektrik, beberapa plastik klip kosong, dan sebuah kardus kecil warna coklat berada di atas lemari pakaian. Ada juga sebuah timbangan di balik pintu yang disebutnya milik Ibunya Priska.
Awalnya, dia menyebut barang-barang itu adalah milik anaknya, Santoso. Namun kemudian Polisi meyakini Asfiyatun terlibat dalam penjualan narkoba, setelah mendapati kardus berisi 18 paket daun bagang dan biji ganja, yang disimpan nenek 60 tahun itu di rumah miliknya yang lain.
Nenek Asiani Dinyatakan Bersalah
Jaksa Penuntut Umum (JPU) pun menyatakan terdakwa Asfiyatun bersalah karena melanggar pasal Pasal 111 ayat (2) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Mereka pun menuntut agar terdakwa dihukum 7 tahun penjara dan denda Rp2miliar.
Kasi Pidum Kejari Tanjung Perak Hasudungan Parlindungan Sidauruk, melalui Kasi Intelijen Jemmy Sandra mengatakan, tuntutan selama 7 tahun itu lebih ringan dari hukuman maksimal di Pasal 111 ayat (2) UU RI Nomor 35 Tahun 2009, yakni selama 20 tahun penjara.
“Sebelumnya pada hari Senin tanggal 12 Juni 2023, Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Tanjung Perak telah menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 7 tahun, dengan mempertimbangkan hati nurani dan terdakwa yang sudah lanjut usia,” kata Parlin saat dikonfirmasi CNNIndonesia.com, Rabu (2/8).
Sementara itu, Ketua Majelis Hakim Parta Bargawa memutuskan Asfiyatun bersalah dan memvonisnya lebih ringan dari tuntutan JPU, yaitu 5 tahun penjara dan denda Rp2 miliar.
“Mengadili, menyatakan terdakwa Asfiyatun Alias Bu As Binti Abdul Latif terbukti bersalah secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana dalam dakwaan Alternatif Kedua Penuntut Umum melanggar Pasal 111 ayat (2) UU RI Nomor 35 Tahun 2009. Menjatuhkan pidana selama 5 tahun dan denda Rp2 miliar subsider 4 bulan penjara,” kata Parta saat membacakan amar putusan di Ruang Kartika, PN Surabaya, Senin (24/7) lalu.
Atas vonis hakim itu, Kasi Pidum Kejari Tanjung Perak Hasudungan Parlindungan Sidauruk mengatakan, pihak JPU telah menyatakan banding.
“Bahwa terhadap putusan dari majelis hakim tersebut, penuntut umum mengajukan banding karena pihak terdakwa/penasihat hukumnya telah dahuluan mengajukan banding,” kata Parlin.
Terpisah, penasihat hukum Asfiyatun, Abdul Geffar meyakini kliennya tak bersalah. Sebab menurutnya, Asfiyatun hanya menerima paket milik Santoso yang dikirimkan orang bernama Ali, tanpa tahu apa isi di dalamnya.
“Klien saya ini sebenarnya tidak tahu paketnya isi apa, cuma tahu kalau pengirimnya dari anaknya yang sudah dipenjara karena kasus narkoba lainnya,” kata Geffar saat dikonfirmasi, Rabu (2/8).
Ia juga heran mengapa justru kliennya yang ditangkap dan diadili. Sementara orang-orang lain seperti Ali, Pi’i dan Ibunya Priska belum dibekuk hingga kini. Apalagi, ZA orang yang sudah jelas memiliki serpihan ganja itu justru dilepas.
Karena itu, Geffar mengatakan saat ini pihaknya sudah menempuh upaya banding. Ia berharap kliennya mendapatkan keadilan dan divonis tak bersalah.
“Harusnya, pembelinya siapa kan ketahuan, tapi malah dibuat DPO. Pi’i yang tetangganya tidak ditangkap,” pungkasnya. (ds/sumber CNNIndonesia.com)