Mimbar-Rakyat.com (Jakarta) – Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas Feri Amsari menilai, Gibran Rakabuming Raka merupakan tokoh muda yang masih memiki kesempatan untuk memperbanyak pengalaman di bidang pemerintahan.
Gibran yang kini menjabat sebagai Wali Kota Solo dinilai belum waktunya untuk berkontestasi sebagai calon presiden atau calon wakil presiden pada pemilihan presiden (pilpres) 2024.
“Saya pikir masih banyak kesempatan dan pekerjaan yang harus dituntaskan, kenapa harus buru-buru?“ kata Feri Amsari dalam program Gaspol! Kompas.com, Rabu (18/10/2023).
Feri Amsari pun menyinggung sosok Gibran Rakabuming Raka yang berbeda dengan ayahnya, Presiden Joko Widodo.
Terlebih, ketika Kepala Negara maju sebagai calon Presiden RI, Joko Widodo telah memiliki pengalaman sebagai Wali Kota Solo dan Gubernur DKI Jakarta.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 memang membolehkan seseorang belum berusia 40 tahun mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres selama berpengalaman menjadi kepala daerah, namun Feri menyarankan Gibran untuk menahan diri.
Dia berpandangan, Gibran masih memiliki banyak kesempatan di luar adanya putusan yang dapat mengakomodir Wali Kota Solo itu bertarung dalam Pilpres 2024.
“Bagi saya Gibran bukanlah Jokowi, dan harusnya Gibran menunjukkan tanpa Jokowi dia juga bisa,” kata Feri.
“Paling top itu kalau Gibran bilang, ‘silakan putusan bilang apa, saya bilang tidak maju’,” imbuhnya.
Feri berpandangan, ada konflik kepentingan dalam putusan terkait usia minimal capres dan cawapres yang tertera dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 itu. Majelis Hakim MK yang diketuai oleh adik ipar Presiden RI Joko Widodo, Anwar Usman ini dinilai memberi “karpet merah” untuk Wali Kota Solo Gibran Rakabuming melaju pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Sebab, usia Gibran belum memenuhi syarat untuk ikut serta dalam pilpres. Namun, putusan ini membuka peluang putra sulung Presiden Jokowi itu.
Dalam putusan ini, MK tak hanya mengabulkan gugatan, tetapi juga merumuskan sendiri norma yang akan membuka lebar jalan untuk putra sulung Presiden Joko Widodo itu melanjutkan takhta sang ayah.
Pasal yang menjadi pusaran gugatan yakni Pasal 169 huruf q UU Pemilu, yang mengatur syarat usia minimum capres-cawapres 40 tahun. Publik mengaitkannya dengan hasrat trah Joko Widodo untuk terus berkuasa lewat tangan “putra mahkota”. Ada tujuh gugatan terkait pasal itu yang diputus MK. Mulanya, satu gugatan gugur terlebih dulu karena pemohonnya menarik berkas permohonan. Sisa enam gugatan.
Majelis hakim membacakan tiga putusan yang selama ini perkaranya diperiksa berangkai dan intens sejak Mei 2023, yaitu perkara nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023. Selama sidang pemeriksaan, aroma Gerindra sangat kentara. Perkara 29 diajukan PSI, partai yang belakangan semakin hangat dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM).
Koalisi yang digawangi Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat, PBB, Gelora, dan Prima itu tak malu mengakui bahwa nama Gibran dinominasikan secara serius sebagai kandidat pendamping Prabowo Subianto pada Pilpres 2024. Perkara 51 diajukan Partai Garuda yang ketua umumnya, Ahmad Ridha Sabana merupakan adik politikus Gerindra, Ahmad Riza Patria.
Perkara 55 dilayangkan sejumlah kepala daerah, di antaranya duo kader Gerindra, Wali Kota Bukittinggi Erman Safar dan Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa.
Lain DPR juga diwakili politikus Gerindra, Habiburokhman, dalam menyampaikan pandangannya yang setuju agar batas usia capres-cawapres dilonggarkan. Gerindra juga jadi satu-satunya partai politik yang menjadi pihak terkait pada perkara ini. Dalam sidang pemeriksaan, Gerindra setuju bahwa usia 40 tahun seharusnya tidak menjadi syarat pokok, selama yang bersangkutan pernah menjadi penyelenggara negara.
Tak sedikit yang mengira, MK yang diketuai oleh adik ipar Jokowi, Anwar Usman, akan mengabulkan syahwat politik keluarga. Namun, dalam sidang pembacaan putusan yang digelar untuk 3 perkara itu secara berturut, MK di luar dugaan menolak seluruh gugatan itu.
Pada perkara yang diajukan PSI, MK menilai, keinginan partai politik litu menurunkan syarat usia minimum capres-cawapres dari 40 ke 35 tahun tidak beralasan. Pada perkara yang diajukan Garuda dan sejumlah kepala daerah, MK mempertanyakan batasan definisi “penyelenggara negara” yang bisa dipersamakan untuk menjadi capres-cawapres.
Pada intinya, MK menolak semua gugatan itu dengan sikap tegas, bahwa ihwal usia capres-cawapres adalah ranah pembentuk undang-undang yang tak memuat isu konstitusionalitas, sehingga bukan wewenang MK untuk mengadilinya. Tiga gugatan di atas rupanya telah diputus secara internal melalui Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) pada 19 September 2023. Anwar Usman tak ikut memutus perkara itu. Lihat Foto Gibran Rakabuming Raka di DPRD Kota Solo, pada Rabu (18/10/2023).
Sebagian mengira, sisa tiga perkara lain akan diberlakukan prinsip mutatis mutandis, menyesuaikan dengan putusan tiga perkara sebelumnya, yang artinya sama-sama ditolak MK. Namun, MK malah mengabulkan permohonan yang diajukan Almas Tsaqibbirru, seorang pelajar/mahasiswa kelahiran tahun 2000 dari Universitas Negeri Sebelas Maret, Solo, dalam permohonannya itu secara terang-terangan mengakui dirinya “pengagum Wali Kota Solo Gibran Rakabuming”.
Dengan ini, maka syarat usia 40 tahun untuk mencalonkan diri sebagai capres-cawapres, yang selama ini menjadi kendala untuk mencalonkan Gibran, bukan syarat mutlak.
Kini, siapa pun orang yang belum 40 tahun, selama pernah/sedang menjadi kepala daerah atau anggota legislatif, ia bisa maju sebagai capres-cawapres.
Di sisi lain, MK menegaskan bahwa aturan baru yang mereka bikin ini dapat berlaku untuk Pilpres 2024, ketika Gibran masih berusia 36 tahun.
Tak seperti pada 3 perkara sebelumnya yang ditolak MK, Anwar Usman tercatat turut mengadili perkara yang diajukan Almas melalui RPH pada 21 September 2023. (ds/sumber Kompas.com)