Mimbar-Rakyat.com (New York) – Pasukan pemerintah Suriah dinilai PBB bertanggungjawab atas penggunaan senjata kimia ketika menyerang warga sipil di desa Qmenas, provinsi Idlib, 16 Maret 2015.
Tim Penyelidikan internasional dalam laporan rahasianya kepada Dewan Keamanan PBB, Jumat (21/10), memastikan temuan tersebut. Laporan itu dihimpun oleh tim bentukan PBB bekerjasama dengan Organisasi untuk Pelarangan Senjata Kimia (OPCW).
Menurut laporan Al Jazeera mengutip Reeuters yang mengetahui laporan rahasia tersebut,
para ahli PBB berpendapat pasukan Suriah bertanggung jawab atas serangan gas beracun di desa Qmenas di provinsi Idlib pada 16 Maret 2015 itu.
Komite ini juga telah dapat menentukan siapa yang berada di balik dua serangan gas lainnya di Binnish, provinsi Idlib, Maret 2015 dan di Kafr Zita, provinsi Hama, April 2014.
Reporter Al Jazeera Mike Hanna, yang melaporkan dari markas besar PBB di New York, mengatakan: “Mekanisme investigasi gabungan dibentuk oleh pengawas senjata kimia internasional dan PBB untuk menyelidiki laporan serangan kimia di Suriah. Dalam laporan keempat dan terakhir itu disebutkan bahwa serangan kimia ketiga dilakukan oleh tentara Suriah.”
Pasukan pemerintah Suriah dietahui telah melakukan setidaknya dua serangan kimia, yakni tahun 2014 dan 2015. Sementara pejuang Negara Islam Irak dan Levant (ISIL) menggunakan gas mustard di medan perang .
Dari sembilan kali dugaan serangan kimia yang sedang dalam penyelidikan itu tiga kali dilakukan pasukan pemerintah Suriah dan satu oleh ISIL.
Sementara ini peneliti menyimpulkan bahwa ada “informasi yang cukup” bahwa serangan di Qmenas, dekat kota Idlib dilakukan dengsan menggunakan sebuah helikopter Angkatan Arab Bersenjata Suriah yang menjatuhkannya dari ketinggian .
Peneliti juga mengatakan bahwa tabung dengan jejak klorin ditemukan di Binnish.
Penggunaan klorin sebagai senjata dilarang dalam Konvensi Senjata Kimia, dimana Suriah bergabung sejak 2013.
Jika terhirup, gas klorin berubah menjadi asam klorida di paru-paru dan dapat membunuh dengan membakar paru-paru dan membunuh korban dengan limpahan cairan tubuh yang dihasilkan. Penyelidikan ini diperpanjang hingga 31 Oktober.
Laporan yang telah ada berada di Dewan Keamanan yang akan membahasnya dalam sidang khusus pekan depan.***(janet)