MIMBAR-RAKYAT.Com (OKI) – Harta karun yang diduga merupakan peninggalan masa Kerajaan Sriwijaya di Desa Pelimbangan, Kecamatan Cengal, Kabupaten OKI masih bebas diburu masyarakat. Karena Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) belum memiliki tim ahli cagar budaya (TACB).
Kepala Bidang Kebudayaan Disbudpar OKI Nila Maryati mengatakan, ketiadaan TACB juga membuat tak ada bangunan yang ditetapkan sebagai cagar budaya di kabupaten tersebut hingga saat ini. “Ada beberapa rumah tua sudah diregistrasi, tapi belum ada penetapan karena kita tidak punya TACB,” kata dia, kemarin.
Dia menjelaskan penetapan benda atau bangunan sebagai cagar budaya merupakan kewenangan bupati sebagai kepala daerah. Namun sebelum ditetapkan, ada proses rekomendasi yang dilakukan TACB sehingga keberadaannya sangat menentukan ada atau tidaknya cagar budaya di satu lokasi. Masih terkendala SDM.
Peninjauan bersama Balai Arkeologi Sumsel, Badan Pelestarian Cagar Budaya, serta Kepolisian, pihaknya akan segera menindaklanjuti dengan terlebih dulu menyosialisasikan agar masyarakat mengurangi kegiatan perburuan harta karun tersebut.
“Kita juga akan lebih berkoordinasi dengan instansi lain untuk penetapan cagar budayanya sehingga tidak terhambat lagi prosesnya,” kata dia.
Sementara itu, Kepala Balai Arkeologi Sumsel Budi Wiyana mengatakan belum adanya TACB di Kabupaten OKI bisa disiasati dengan berkoordinasi dengan pihak lainnya seperti Disbudpar Sumsel, Balar, serta Balai Pemeliharaan Cagar Budaya. Sehingga ketidakadaan TACB di kabupaten tidak menjadi alasan untuk menentukan sebuah benda atau bangunan yang bisa menjadi cagar budaya.
“Alasan mereka klasik, seperti anggaran. Itu bisa disiasati. Tidak perlu ada arkeolog di Disbudpar OKI untuk meremokendasikan cagar budaya. Bisa berkoordinasi dengan kita nanti akan selalu dibantu pasti,” kata dia.
Kepala Seksi Pelindungan Pengembangan dan Pemanfaatan Balai Pelestaraian Cagar Budaya Jambi yang juga menaungi Sumsel, Ignatius Suharno mengatakan, benda temuan para pemburu harta karun memang bernilai tinggi. Terutama yang berbahan emas.
Emas dan manik-manik menjadi incaran para pemburu harta karun untuk dijual. Saat ini pihaknya hanya bisa mendata temuan para pemburu harta karun dan para pengepulnya, agar bisa dilaporkan dan diteliti di kemudian hari.
“Memang untuk lokasinya belum jadi cagar budaya, karena ada ketetapannya. Walaupun belum, pemda terkait dan masyarakat diminta untuk melestarikan,” ujarnya.
Sementara itu di lokasi lahan perburuan harta karun Sriwijaya yang bermunculan pascakarhutla itu, terlihat para warga mendirikan tenda untuk mereka beristirahat di tengah pencariannya. (C/A/d)