Mimbar-Rakyat.com (Jakarta) – Pemanfaatan sumber energi terbarukan di Indonesia saat ini masih sangat rendah, padahal negara ini memiliki potensi sangat besar, sehingga harus ada dorongan untuk memajukannya.
Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengatakan, pemanfaatan sumber energi baru terbarukan (EBT) yang ada di Indonesia masih minim, sehingga harus ada usaha agar berbagai pihak memenfaatkannya.
“Potensi energi baru terbarukan di Indonesia totalnya sebesar 417, 8 Giga Watt. Yang dimanfaatkan baru 2,5 persen dari total potensi energi terbarukan yang kita miliki,” kata Menteri awal minggu ini, seperti diberitakan siberindo.co, grup media mimbar-rakyat.com.
“Kita punya sumber energi geothermal, punya sinar matahari, kita punya biomassa, sumber tenaga air dan lainnya. Ini semua belum teroptimalkan. Untuk itu, secara bertahap harus didorong pemanfaatan energy terbarukan ini,” ujar Arifin.
Untuk itu, tambah Menteri, dalam waktu dekat pemerintah akan menerbitkan aturan baru yang mengatur tarif listrik energi baru terbarukan (EBT) yang lebih baik yang dapat membuat investor mau menanamkan investasi di sektor EBT.
“Perbaikan tarif listrik ini akan diberlakukan segera dan dalam tahun 2020 ini juga,” kata Menteri dalam siaran persnya.
Karena, tambah Menteri Arifin, kunci peningkatan pemanfaatan EBT adalah perbaikan harga tariff listrik, agar lebih kompetitif untuk menjamin investasi para investor.
“Energi baru terbarukan ini memiliki daya tarik lain yang luar biasa. Hanya saja, biaya produksinya saat ini masih mahal. Sekarang kita lagi siapkan peraturan baru mengenai tafir, agar lebih menarik bagi calon investor,” katanya.
“Yang jadi masalah sekarang adalah masalah tariff. Kalah hal ini sudah dapat kita selesaikan, maka EBT akan jalan dan investor akan terjamin return dari investasi mereka. Pemanfaatan EBT ini menjadi faktor amat penting bagi Indonesia di masa ini dan mendatang, karena akan mengurangi pemakaian energy fosil,” kata Arifin.
Arifin memperkirakan proses penyusunan regulasi mengenai tariff EBT dapat selesai segera atau setidaknya dalam tahun 2020.
“Kami berharap dalam tahun ini regulasi tariff EBT dapat selesai. Proses ini sudah melalui beberapa kali diskusi dengan para pelaku bisnis di sector energy baru terbarukan. Pemerintah juga mengambil beberapa inisiatf, antara lain, misalnya, untuk geothermal resiko eksplorasi akan diserap pemerintah. Sehingga mengurangi resiko pada investor,” ujar Arifin.
Pemanfaatan EBT sebagai sumber energi menjadi harapan besar Indonesia. Pemerintah manargetkan bauran energy nasional 23 persen bersumber dari EBT di tahun 2025 dan hal ini tertuang dalam kebijakan energy nasional (KEN).
Kebijakan bauran EBT 23 persen ini telah diimplementasikan dalam Rencana Umum Ketenagalisterikan Nasional (RUKN) 2019-2038, yang menjadi dasar penyusunan Rencana Umumm Ketenagalisterikan Daerah (RUKD), mau pun Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2019-2028). (arl)