Istana Merdea. (Foto: Wikipedia)
IBU kota negara akan pindah ke Kalimantan Timur. Wilayah yang berjarak sekitar 1.300 km dari ibu kota sekarang. Adalah Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara yang akan menjadi lokasi ibu kota baru tersebut. Apa yang diumuman secara resmi oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam konferensi pers di Istana Negara, Jakarta, Senin (26/8) tidak mengejutkan, kakrena hal itu sudah merupakan wacana atau rencana lama.
“Lokasi ibu kota baru yang paling ideal adalah di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur,” kata Presiden dalam pertemuan pers tersebut. Meski keputusan pemerintah itu tidak mengejutan, namun rencana pemindahan ibu kota Indonesia ke Kalimantan Timur tetap mengundang sejumlah tanggapan. Berbagai media dalam dan luar negeri mengangkat hal itu sebagai isu atau kabar menarik untuk “dikunyah”.
Media sosial pun heboh dan tak jarang beranggapan bahkan memvonis keputusan tersebut hanya untuk mengalihkan sorotan masyarakat pascapemilihan presiden. Komentar silih berganti, saling bersahutan. Namun apa yang muncul di sejumlah media sosial itu jelas tidak dapat dijadikan patokan, karena tidak bisa dipertanggung jawabkan. Namun apa yang muncul di media mainstream (media massa) sepertinya menarik untuk dijadikan bahan pertimbangan.
Sebuah media yang bermarkas di London, BBC (News), awal September ini menampilkan ulasan khusus tentang keputusan pemerintah Indonesia memindahkan ibu kota ke Kalimantan Timur. Melalui tulisan berjudul: “Akankah …. Indonesia hanya memindahkan masalah ke hutan?” Media tersebut, dengan meminta tanggapan sejumlah pengamat/pakar, mempertanyakan apakah pemerintah Indonesia tidak hanya memindahkan masalah dari Jakarta ke Kalimantan Timur.
“Jakarta telah menjadi ramai dan tercemar dan tenggelam pada tingkat yang mengkhawatirkan. Kalimantan Timur, di bagian pulau Kalimantan di Indonesia, sangat kontras – pulau ini dikenal dengan hutan hujannya yang rimbun dan merupakan rumah bagi orangutan dan margasatwa langka lainnya,” tulis media itu.
Pemerintah seperti disampikan Presiden menyebutkan ada sejumlah alasan pemindahan ibu kota negara, memang tidak salah. Salah satunya adalah beban Jakarta yang sudah terlalu berat. Alasan lain, beban Pulau Jawa yang semakin berat dengan penduduk 150 juta atau 54 persen dari total penduduk Indonesia. Keputusan itu, dikatakan, dilakukan setelah pemerintah melakukan kajian intensif.
Beberapa mantan gubernur DKI Jakarta sependapat dengan alasan itu. Sutiyoso diantaranya, beranggapan pemindahan ibo kota bisa mengurangi beban Jakarta dan dia mendukung rencana pemerintahan memindahkan ibu kota negara dari Jakarta. Lagi pula, katanya, pemindahan ibu kota negara merupakan rencana lama yang tak kunjung dieksekusi karena persoalan biaya.
Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), dan Djarot Saiful Hidayat, dua mantan Gubernur DKI lainnya juga menyatakan rencana ini adalah rencana lama. Menurut Djarot, pemindahan ibu kota justru berdampak baik bagi Jakarta, dapat mengurangi permasalahan Jakarta yang sudah terlalu kompleks.
Proyek yang akan menelan biaya sekitar Rp466 triliun ini memang bukan hal terlarang dan mengada-ada, karena sejumlah nengara seperti; Amerika Serikat dari New York ke Washington DC, Malaysia dari Kuala Lumpur ke Putra Jaya, serta banyak negara lainnya jauh lebih dulu melakukannya. Bahkan Indonesia sendiri pasca Merdeka pernah memindahkaan ibu kota negara ke Yogyakarta, kemudian ke Bukittinggi.
Alasan pemindahan ibu kota Indonesia ke Kalimantan Timur sangat masuk akal, serta telah dipertimbangkan dalam segala sisi, termasuk masalah keamanan dari ancaman bencana. Namun dalam pelaksanaannya pemerintah harus memperhitungkan berbagai aspek. Para petinggi negeri ini tidak cukup hanya berucap bahwa ibukota baru (Kaltim) nantinya akan dipertahankan sebagai kota hutan.
Pemerintah berkewajiban menyelamatkan lingkungan sekitar. Menyelamatkan satwa yang ada, seperti halnya orang utan yang telah mengalami penurunan yang signifikan selama 20 tahun terakhir karena ekspansi perkebunan kelapa sawit dan penebangan. Harus ada jaminan orang utan tidak terganggu, begitu pun dengan satwa lain.
Jangan sampai terjadi deforestasi. Tak kalah pentingnya jangan kehadiran ibu kota justru menjadi “bulldozer” menyingkirkan penduduk asli. Menguntungkan sekelompok tertentu saja dan merugikan banyak pihak. Kehawatiran Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) akan munculnya dampak negatif terhadap lingkungan perlu mendapat perhatian. Jangan sampai pemindahan ibu kota hanya memindahkan masalah Jakarta ke tempat lain.***
Pemindahan Ibu Kota dan Orang Utan