Thursday, December 12, 2024
Home > Berita > Penuhi Panggilan, Cak Imin Terseret Pusaran Kasus Hukum di Kemnaker, Nasib di Tangan KPK?

Penuhi Panggilan, Cak Imin Terseret Pusaran Kasus Hukum di Kemnaker, Nasib di Tangan KPK?

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Abdul Muhaimin Iskandar (Cak Imin).

Mimbar-Rakyat.com (Jakarta) – Nama Muhaimin Iskandar menjadi buah bibir rakyat Indonesia usai bersanding dengan Anies Baswedan sebagai pasangan capres cawapres di Pilpres 2024 nanti. Keduanya telah melakukan deklarasi di Hotel Majapahit Surabaya, Sabtu 2 September 2023.

Tak lama setelah hajatan itu rampung, sosok Cak Imin — begitu sapaan akrabnya– kian membetot perhatian publik setelah KPK akan memeriksanya terkait kasus hukum di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Ketua Umum PKB itu akan dimintai keterangan seputar kasus dugaan korupsi pengadaan sistem proteksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI).

Di sisi lain, KPK juga masih menyelidiki kasus ‘kardus durian’ yang menyeret Cak Imin. Kedua kasus itu terjadi pada tahun 2011 dan 2012 saat Cak Imin menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Langkah KPK tersebut menuai polemik di tengah masyarakat. Mencuat anggapan bahwa ada aroma politis yang tercium dari gedung lembaga antirasuah ini lantaran penyelidikan dilakukan jelang kontestasi 2024. Namun ada pula yang mendukung KPK untuk menindak tanpa pandang bulu terhadap terduga pelaku kejahatan kerah putih.

Menurut Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, sulit untuk menepis adanya unsur politis di balik pemeriksaan Cak Imin. KPK, dia melanjutkan, seharusnya menyelesaikan kasus hukum Ketua Umum PKB ini jauh sebelum deklarasi capres cawapres dilakukan.

“Inilah sulitnya di negara kita ya. Kita ingin mengatakan bahwa itu penegakan hukum, tapi kita juga sulit untuk memisahkan bahwa itu adalah politik. Dan pertanyaannya, mengapa KPK tidak dari dulu menyelesaikan kasus-kasus Cak Imin dari tahun 2011-2012. Selama ini ke mana saja KPK, selama ini kan diam aja. Ketika orangnya mau menjadi cawapres, mau maju, tahu-tahu disidik kembali, itu kan yang menjadi persoalan,” kata Ujang kepada Liputan6.com, Selasa (5/9/2023).

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini menegaskan, setiap warga negara membutuhkan kepastian hukum. Dengan demikian, maka tak ada lagi yang tersandera oleh kasus hukum yang menggantung.

“Saya melihat tidak bagus, tidak baik kalau instrumen hukum atau penegak hukum digunakan sebagai alat politik. Itu tidak benar. Mestinya dari dulu itu udah selesai kan persoalan Cak Imin itu bersalah atau tidak. Ini yang sering terjadi di kita. Oleh karena itu, wajar jika publik menuduh ada unsur politisnya di situ,” terang Ujang.

Ia menilai Cak Imin akan sulit leluasa bergerak jika masih tersandera oleh kasus hukum di KPK. Dan menurutnya, tak ada yang tahu akhir dari jalan cerita yang akan dilalui oleh Wakil Ketua DPR tersebut.

“Cak Imin ini dalam sandera KPK. Ini yang tidak bagus. Tak harus Cak Imin, siapa aja tidak boleh. Nggak bagus penegakan hukum seperti itu,” ujar dia.

“Saya tidak tahu skenarionya, yang punya skenario itu kan KPK dan yang di belakang KPK. Kita tidak tahu berujung tersangka atau tidak. Nanti kan elektabilitas Anies akan anjlok, akan kalah kalau tersangka. Anies tidak bisa nyapres juga, Dan ini mungkin bisa saja terjadi, kita tidak tahu permainan itu,” Ujang menambahkan.

Sebab menurutnya, langkah Cak Imin yang memutuskan berduet dengan Anies Baswedan di Pilpres 2024, dianggap telah menyeberang dari fatsoen politik koalisi pemerintahan. Meski sebelumnya PKB telah menjadi bagian dari koalisi Jokowi.

“Cak Imin dianggap berani dan berpasangan dengan Anies Baswedan. Kalau Cak Imin memang (bagian) pemerintah tapi dianggap menyeberang fatsoen politik yang ada, sama juga dengan Nasdem ketika di pemerintah tahu-tahu berkoalisi dengan PKS dan Demokrat. Kan digebuk juga si Johnny G. Plate oleh kejaksaan. Cak Imin dianggap pemerintah tapi dianggap mendukung capres yang antitesa Jokowi. Di situlah letaknya,” terang dia.

Karena itu, duet Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar dirasa masih belum aman kendati sudah ada deklarasi. Pasangan itu akan dinyatakan siap landas jika telah mendaftar ke KPU sebagai pasangan capres-cawapres 2024.

“Masih belum aman dalam konteks pencapresan selama belum didaftarkan di KPU nanti tanggal 19 Oktober sampai tanggal 25 November. Masih bisa berubah. Jangankan Cak Imin, orang dulu Mahfud Md diganti di detik-detik akhir oleh Ma’ruf Amin,” dia menandaskan.

Sementara itu, Analis politik dari lembaga Populi Center, Usep S Achyar menilai penegakan hukum harus dilakukan terhadap siapa pun. Masyarakat diminta untuk mengedepankan sikap objektif dalam menilai persoalan yang menjerat Cak Imin.

“Kalau kemudian dihubungkan secara politik kan ini memang momentumnya. Tapi jangan sampai, orang terus membela yang didukungnya dengan menuduh ini muatan politik. Faktanya memang dari dulu bermasalah, cuman kan persoalannya mungkin momentumnya,” ujar dia kepada Liputan6.com, Selasa (5/9/2023).

Dia menilai langkah KPK dalam menyelidiki kasus di Kemnaker telah sesuai aturan yang ada. Karena bila sudah masuk pada rangkaian Pilpres 2024, KPK akan mendapat stigma negatif dari publik.

“Saya dengar memang ada aturan nanti kalau sudah didaftarkan resmi ya itu tidak ada proses hukum, karena pasti dicurigai ini dengan penjegalan, muatan politiknya tinggi. Tapi kalau menurut saya proses hukumnya harus tetap berlangsung apalagi ini kan tidak menyalahi (aturan). Kalau tidak diproses itu menyalahi kan,” kata dia.

Usep mengungkapkan, dalam proses hukum terkait konteks politik terkadang saat seorang tokoh tidak menjadi tersangka, tidak menjadi konsen utama di tengah masyarakat. Bahkan dalam survei Populi Center, kasus korupsi terkadang bukan persoalan penting di mata pemilih.

“Menurut survei kita, itu kadang-kadang korupsi di nomor sekian penilaian terhadap itu. Kecuali yang jadi tersangka, lalu kemudian isunya berkembang ke mana-mana, itu menjadi proses politik,” ujar Usep.

Hal itu terbukti pada Ganjar Pranowo yang diduga terlibat kasus e-KTP. Ketika menjadi calon Gubernur Jawa Tengah, masyarakat tidak memperdulikan kasus tersebut yang masih dalam proses hukum. Dan itu terkadang tidak terlalu berpengaruh.

“Kecuali kalau sudah tersangka, elektabilitas itu (akan berpengaruh). Kadang-kadang saya juga aneh gitu, koruptor bahkan yang sudah divonis lalu mencalonkan (terpilih) lagi, belum menjadi konsen utama,” ujar dia.

Namun bila proses hukum tersebut menjadi ramai dan ada yang mendesain sehingga menjadi isu publik, itu akan menjadi sangat berpengaruh. “Jadi memang ada satu kondisi yang proses hukum akan berpengaruh terhadap elektabilitas jika Misalnya tokoh yang elite dan ketua partai. Lalu kemudian ada proses yang membikin isu itu menjadi besar dan terus ‘digoreng’,” ujar dia.

Terkait dengan pemilihan di Pilpres 2024, Usep mengimbau masyarakat untuk menjadi pemilih rasional. Artinya harus mempertimbangkan sosok calon pemimpin tersebut.

“Siapa mereka, pengalaman, visi misinya lalu jejaknya. Kemudian juga jangan pilih koruptor juga, pilih orang yang punya integritas,” ujar dia.

Dukungan lain juga datang dari Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI), Boyamin Saiman. Dia menilai kasus di Kemnaker belum memasuki masa kadaluarsa sehingga penyelidikan itu sudah sesuai dengan undang-undang.

“MAKI mendukung upaya KPK memberantas korupsi di mana pun dan kapan pun berdasarkan UU. Kalau bicara tahun 2012, itu masih dalam jangkauan waktu dan belum kadaluarsa, kadaluarsa korupsi adalah 18 tahun. Maka itu masih diperbolehkan secara undang undang untuk ditangani,” kata dia kepada Liputan6.com, Selasa (5/9/2023).

Menurutnya, kasus dugaan korupsi yang ditangani KPK tersebut menyangkut hajat hidup orang banyak. Karena Kemnaker mempunyai tugas untuk melindungi buruh baik dalam maupun luar negeri.

“Dan ini khususnya terkait perkata ini, diduga perlindungan TKI di luar negeri, nah sementara TKI kita di luar negeri banyak yang teraniaya dan itu kurang perlindungan, maka jika ini nanti ada bukti bahwa korupsi ini berkaitan dengan kasus-kasus di luar negeri, ini sangat disayangkan dan harus dituntaskan oleh KPK,” dia menandaskan.

KPK Periksa Cak Imin, Murni Penegakan Hukum?

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md menilai pemanggilan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bukan politisasi hukum.

Sebab, Cak Imin hanya dipanggil KPK dalam kapasitasnya sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan sistem proteksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) tahun 2012.

“Banyak wartawan yang bertanya pada saya sebagai Menko yang menangani bidang hukum tentang pemanggilan KPK terhadap Pak Muhaimin Iskandar. Apakah itu politisasi hukum?,” kata Mahfud Md melalui akun Instagramnya @mohmahfudmd, Selasa (5/9/2023).

“Menurut saya, itu bukan politisasi hukum. Kita berpendirian bahwa tidak boleh hukum dijadikan alat untuk tekanan politik,” sambungnya.

Menurut dia, Cak Imin hanya dimintai keterangan biasa oleh penyidik KPK atas kasus yang sudah lama berproses. Mahfud menegaskan Cak Imin tidak dipanggil sebagai tersangka dalam kasus ini.

“Muhaimin tidak dipanggil sebagai tersangka, tetapi dimintai keterangan untuk melengkapi informasi atas kasus yang sedang berlangsung” katanya menjelaskan.

Mahfud Md mengaku, dirinya juga pernah dipanggil KPK saat ada kasus di Mahkamah Konstitusi (MK). Dia menyebut, pertanyaan yang diajukan penyidik KPK hanyalah hal-hal teknis saja.

“Pertanyaannya teknis saja, misalnya, betulkah Anda pernah jadi pimpinan Sdr AM? Tahun berapa? Bagaimana cara membagi penanganan perkara? Apakah Saudara tahu bahwa Pak AM di-OTT dan sebagainya?,” tutur Mahfud.

“Pertanyaannya itu saja dan itu pun sudah dibuatkan isi pertanyaan dan jawabannya. Waktu itu, saya hanya disuruh membaca dan mengoreksi kemudian memberi tandatangan. Setelah itu pulang, tak lebih dari 30 menit,” imbuh mantan politikus PKB ini.

Adapun Politikus PDIP Masinton Pasaribu menilai, pemanggilan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi kasus dugaan korupsi sistem proteksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker), penuh dengan nuansa politik.

“Saya bukan di barisan pendukung pencalonan Anies dan Cak Imin, tapi ya saya tidak setuju kalau penegakan hukum kita itu dijadikan seperti mainan politik. Apapun, hari ini kasus yang sudah lama tentu semua orang ya mengasumsikan, beranggapan, bahwa ini nuansa politiknya sangat tinggi,” kata Masinton dikutip dari keterangan video, Selasa (5/9/2023).

Menurut Masinton, kasus tersebut sudah terjadi lama yakni 2012 lalu. Namun baru kembali diungkit pasca-Cak Imin deklarasi sebagai bakal cawapres Anies Baswedan.

“Terlepas mau apa pun itu alasan yang mau dibangun KPK, tapi nuansa politiknya ini menjadi sangat tinggi, kenapa? Ini kasus 2012, kenapa kok baru sekarang ketika Gus Muhaimin mendeklarasikan diri sebagai calon wakil presiden?” ujarnya.

Masinton mengingatkan penegakan hukum harus memiliki asas kepastian hukum. Ia mengaku tak bisa menolerir kasus penegakan hukum dijadikan alat politik. Ia siap melawan bersama bila hukum dicampur aduk dengan politik.

“Kepastian hukumnya nggak ada, kasus 2012 kok baru sekarang. Nah, selama ini ngapain? Nah, ini yang menurut saya kita tidak boleh tolerir, hukum dijadikan alat politik itu tidak benar,” kata Masinton.

“Ditegakkan mau langit hendak runtuh, ditegakkan hukum itu, tapi kalau ada campur aduk politik di dalam penegakan hukum tadi, itu harus ditentang sama-sama,” ucap politikus senior PDIP ini.

Tanggapan PKB dan Nasdem

Hal senada ditegaskan Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid. Ketika ditanya soal isu politisasi dalam proses hukum terkait pemanggilan Cak Imin oleh KPK, Jazilul enggan berkomentar banyak. Namun, dia meminta agar pihak manapun tidak menjadikan hukum sebagai alat politik.

“Jangan jadikan hukum alat kepentingan politik,” kata Jazilul kepada wartawan, Selasa (5/9/2023).

Ketua DPP Bidang Teritorial Pemenangan Pemilu Partai Nasdem Effendy Choirie atau Gus Choi turut merespons soal pemanggilan Ketum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurut Gus Choi, pemanggilan yang tiba-tiba dilakukan KPK sesaat setelah Cak Imin dideklarasikan sebagai Cawapres mendampingi Anies Baswedan ini justru akan menimbulkan anggapan miring publik terhadap KPK.

“Dalam konteks Cak Imin sebetulnya taat. Kasus 2012 setelah tiga orang yang sudah diproses dengan hukum, sudah berhenti. Sudah lama sepi, sudah lama kelihatan enggak ngapa-ngapain. Selama 13 tahun tidak ada kelanjutan proses hukum, tiba-tiba begitu Cak Imin dideklarasikan sebagai cawapres, tiba tiba muncul dari KPK (panggilan pemeriksaan),” tutur Gus Choi di Nasdem Tower, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (5/9/2023).

Kata dia, jangan salahkan publik jika kemudian menilai lembaga antirasuah itu telah menjadi alat politik.

“Terus kita yang waras, yang sehat walafiat, masa mengikuti begitu saja pikirannya dari KPK, tentu ada pikiran yang berbeda. Ini ada apa ini, ini betul proses hukum atau ini politik, KPK betul menjadi alat penegak hukum dalam konteks pemberantasan korupsi atau menjadi alat politik, kalau ada masyarakat berasumsi seperti itu, jangan salahkan,” sambungnya.

Menurut Gus Choi, pemanggilan pemeriksaan terhadap Cak imin atas kasus dugaan korupsi yang terjadi pada lebih dari 10 tahun yang lalu itu tidak masuk akal. Sama halnya dengan kasus Formula E yang dikaitkan dengan Anies Baswedan saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.

“Yang urusan Formula E jelas tidak ada masalah apa-apa, digelar, nggak ada masalah, nggak ada yang salah, prosedur segala macam nggak ada (salah), kemudian seolah dipaksakan, itu terjadi. Sementara banyak kasus lain yang didiamkan di depan mata,” ucap mantan politikus PKB ini.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut, surat panggilan pemeriksaan terhadap Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin sudah disampaikan tim penyidik sejak 31 Agustus 2023. KPK pun mengklaim, pemanggilan Cak Imin tak ada kaitannya dengan politik.

“Surat sudah disampaikan kepada yang bersangkutan, sudah diterima surat per tanggal 31 Agustus 2023. Ini sekaligus menegaskan, jadi tidak ada kaitan sama sekali terhadap proses politik yang saat ini sedang berlangsung,” ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri di gedung KPK, Selasa (5/9/2023).

Ali memastikan, tim penyidik KPK sudah menjadwalkan pemeriksaan Cak Imin sebelum deklarasi Anies Baswedan dan Cak Imin sebagai pasangan capres dan cawapres di pilpres 2024.

“Karena memang kami sudah mengagendakan jauh-jauh hari terkait dengan pemanggilan yang bersangkutan,” kata Ali.

Menurutnya, keterangan Cak Imin dibutuhkan untuk membuat terang peristiwa pidana yang dilakukan para tersangka dalam kasus ini.

“Seluruh saksi yang dipanggil oleh tim penyidik KPK karena kebutuhan untuk agar lebih jelas dan terangnya perbuatan dari para tersangka yang ditetapkan oleh KPK,” ujar Ali.

Ali mengatakan, Cak Imin akan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi dalam kasus ini. Ali berharap bakal calon wakil presiden (cawapres) Koaliasi Perubahan untuk Persatuan itu kooperatif dan menjelaskan dengan jujur apa yang ditanyakan penyidik.

“Setiap perkara yang naik pada proses penyidikan sudah ada tersangkanya. Oleh karena itu, untuk memperjelas perbuatan dari para tersangka, tentu kebutuhan untuk memanggil seseorang sebagai saksi sangat dibutuhkan,” kata Ali.

Sejatinya, Cak Imin akan diperiksa pada Selasa 5 September 2023. Namun dia tidak dapat memenuhi panggilan KPK tersebut dan meminta penjadwalan ulang pemeriksaan menjadi Kamis 7 September 2023.

“Informasi yang kami peroleh dari penyidik KPK bahwa telah menerima surat konfirmasi dari saksi ini tidak bisa hadir karena agenda lain, di tempat lain dan meminta waktu agar bisa diperiksa sebagai saksi pada Kamis 7 September,” ujar Ali.

Namun, Ali menyebut tim penyidik tak bisa memenuhi keinginan Cak Imin. Pasalnya, tim penyidik sudah memiliki agenda lain di tanggal tersebut.

Jadi, Ali menyebut pemeriksaan Cak Imin akan dilakukan pekan depan. Hanya saja Ali tak merinci hari dan tanggal pasti pemanggilan ulang Cak Imin.

“Namun tadi penyidik KPK sudah menyampaikan pada kami karena hari Kamis ada agenda lain, oleh karena itu tim penyidik akan menjadwalkan kembali pada saksi ini Minggu depan,” kata Ali.

Di sisi lain, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin mengaku telah menerima surat panggilan pemeriksaan dari penyidik KPK. Dirinya pun mengaku ingin menghadiri pemeriksaan tersebut.

“Saya sudah dapat surat pemanggilan, sebetulnya saya mau datang,” kata Cak Imin saat berbincang dengan Najwa Shihab, Senin, 4 September 2023 malam.

Namun, Cak Imin mengaku tak bisa memenuhi undangan pemeriksaan lantaran harus menghadiri acara pembukaan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) Internasional di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Wakil Ketua DPR RI itu mengaku tak bisa meninggalkan acara tersebut karena sudah terjadwal sejak lama.

Oleh karena itu Cak Imin, meminta KPK menunda pemeriksaan terhadap dirinya.

“Saya sudah dijadwalkan oleh teman-teman Jami’atul Quro’ wal Huffadz (JQH) organisasi para hafiz dan qori Quran NU, jadi saya sudah dijadwalkan lama untuk membuka forum MTQ Internasional dari banyak negara, sebagai wakil ketua DPR saya harus membuka itu, maka kemungkinan saya minta ditunda,” ucap Cak Imin.

Cak Imin memastikan akan hadir di penjadwalan ulang pemeriksaannya nanti. Sebagai bakal cawapres, Cak Imin mengklaim mendukung penuh pemberantasan korupsi.

“Saya harus hormati dan dukung penuh semua langkah-langkah KPK. Saya komitmen, makanya saya beberapa kali diminta datang oleh KPK, saya datang dan saya jelaskan semuanya,” kata Cak Imin. (ds/sumber Liputan6.com)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Hallo kawan, silahkan klik tombol Like / Follow untuk mendapatkan berita dan tulisan terbaru