MIMBAR-RAKYAT.Com (Jakarta) – Sudah dua bulan lebih ditetapkan tersangka, namun berkas perkara empat tersangka kasus perjanjian jual-beli piutang (anjag piutang) antara PT Kasih Industri Indonesia (KII) dengan PT Pengembangan Armada Niaga Nasional (PANN) masih jalan di tempat.
“Masih dalam proses pemberkasan. Tidak benar, berkasnya tidak serius dituntaskan,” tegas Direktur Penyidikan pada Pidana Khusus Warih Sadono saat dihubungi oleh wartawan, di Jakarta, Selasa (7/8).
Dia menyarakan pihaknya akan menuntaskan berkas perkara hingga ke pengadilan sebagai bentuk komitmen Pimpinan Kejaksaan Agujf, dalam pemberantaaan korupsi.
“Tunggu saja. Beri kesempatan tim penyidik untuk bekerja,” pinta Warih.
Sampai kini, telah ditetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi itu, yakni tiga dari unsur pengurus PT PANN (Badan Usaha Milik Negara) dan satu dari unsur swasta, dalam hal ini PT KII belum diketahui namanya.
Mereka, adalah Direktur Operasional PT PANN berinisial BW, kini Dirut PT PANN , lalu GLD (Kepala Divisi Usaha PT PANN) dan FXK (Kadiv Usaha dan petugas Factoring, PT PANN) dan satu dari unsur PT KII.
BELUM DITAHAN
Mereka sampai kini belum dikenalan status pencegahan berpergian ke luar negeri dan status tahanan. Meski, mereka diancam pidana selama 20.tahun sesuai UU Tindak Pidana Korupsi No. 31/1999, yang diubah dengan UU No. 20/2001.
“Harusnya, Kejagung tahan para tersangka seperti dalam perkara lain. Ini baru komitmen dalam penegalan hukum,” tukas Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman saat dihubungi terpisah,di Jakarta, Selasa (7/8).
Sejauh ini sejumlah pihak telah diperiksa, mulai FX. Koeswojo pekerjaan Kadiv ( Kepala Divisi) Usaha PT. PANN, Gompis Lumbantobing (mantan Kepala Divisi Keuangan PT. PANN). Libra Widarto (Direktur Operasional PT. PANN Pembiayaan Maritime), Mulyono, (Direktur PT. KII) dan M. Dandy Tranggana (Staf Operasional PT. KII.
FIKTIF
Kasus berawal, 31 Juli 2007, PT. PANN (Persero) melakukan perjanjian jual-beli piutang (cessie) dengan PT. KII.
Dimana, salah satu perubahannya invoice diganti dengan bill of loading (surat pengangkutan jalan) yang mengakibatkan PT. KII dapat menjual piutangnya di PT. Indonesia Power (IP) kepada PT. PANN (Persero), meskipun hak tagih PT. KII belum timbul .
Dalam addendum perjanjian PT. PANN (Persero) mempunyai hak melakukan pengecekan langsung kepada PT. IP mengenai tagihan kepada PT. KII.
Terhadap tagihan dari PT. KiI yang jatuh tempo dan terhadap hal tersebut, PT. PANN (Persero) telah mengetahui jika PT. KII telah memperoleh pembayaran dari PT. IP.
Hal ini sesuai dengan surat yang disampaikan oleh PT. KII kepada PT. IP. Dari surat itu, PT. PANN (Persero) mengetahui bahwa pembiayaan anjag piutang PT. KII telah jatuh tempo dan PT. KII tidak memenuhi kewajibannya untuk melakukan pembayaran.
Sehingga, pembiayaan PT. KII dinyatakan macet, namun tetap memberikan persetujuan untuk diberikan pembiayaan kepada PT. KII.
Tapi, PT. KII tidak pernah membayarkan anjag piutang kepada PT. PANN (Persero). Akibatnya, negara dirugikan sebesar Rp55 miliar. (ahi/dir)