Terik, ramai
Padat, sesak
Riuh
Dari asal tiga pintu bertiang atap pohon kurma
Kini ada 95 pintu Masjid Nabawi
Pintu 25 gemuruh
Pedagang K-5 berteriak menjajakan barang
Orang keluar masuk halaman mesjid
Di sinilah aku kesasar
Di sinilah temanku sempat menghilang
Di sinilah aku dihardik
Di sinilah ia menanti
Berjam-jam
Aku kehilangan Pintu 25
Ini bisa mengarah ke Raudhah
Kok terkadang terasa dekat dengan pintu 32 ya
Atau pintu khusus ruang akhwat itu
Ah, yang jelas di sini aku mulai mengkaji diri
Setelah berkeliling dari pintu ke pintu
Tapi ratusan atau bahkan ribuan orang berterampasan
Duduk, tidur, bertelekan, ada berpayung ada langsung diterkam sinar matahari
Ada kulit hitam, kuning, cokelat, putih
Mereka tidak perduli panas, ah itu cuma panas, mungkin kata mereka
Panas itu melegamkan kulit, tapi pasti memutihkan hati
Mereka di situ terus…terus sebelum ke Makkah
Mereka merasa nyaman di situ, nyaman setelah berumroh dan berhaji
Siang terik itu aku kehilangan Pintu 25
Tapi aku seperti membuka pintu dalam dada
Inilah kesabaran dalam tatanan makna
Inilah pelajaran tentang keimanan
Inilah bentuk lain dari ikatan kebersamaan
Inilah sisi lain cermin kehidupan rumah tangga
Inilah cerai berai dari keberadaan kesatuan keluarga
Bahkan inilah ikatan tetangga terdekat dari persaudaraan paling jauh
Dari seluruh bangsa, dari seluruh dunia, dari satu simpul kepercayaan
Ya Allah, mengapa mereka tidak mengerti juga
Mengapa mereka tidak mempergunakan akal mereka
Mereka mereka masih tetap mendustai diri mereka
Mengapa mereka yang tiada artinya di alam ini begitu sombong
Pada diri mereka, apalagi pada yang menciptakan mereka
Ah, yang jelas di sini aku mulai mematut diri
Berasal muasal Pintu 25
Aku dengan pasanganku
Aku dengan penciptaku
Cintaku bersemi di pintu ini
Aku yakin Kau sedang memandangKU
Mengamati kami semua
Membanggakan kami kepada malaikatMu
Aku membuka Pintu 25 dalam diriku
memandangMu, kelu lidahku ketika ingin menyapaMu
aku termangu-mangu, aku malu dengan sikapku selama ini
aku sombong, tapi aku seperti mendengar Kau berkata:
Tak apa-apa, asal kau ingat dan melupakan kesombonganmu.
Terima kasih Ya Rabbi
Ini pintu istimewa bagiku
Karena baru merasakan jatuh cinta
Semoga pintu dalam dada ini terus terbuka
Setiap kali aku ingin menjengukMu
Tapi tolong tutupkan Ya Aziz
Setiap kali akan tak sadar berpaling dariMu
Tolong ya Yang Mulia Yang Maha Besar Yang Maha Pengasih
Ah, yang jelas aku mematut diri dan mengkaji
Di Pintu 25 di pintu dalam dada
Tempatku mencoba masuk ke dalam inti terdalam
Melalui ujung jangkauan rokhaniku
Semoga aku bisa meraba getaran dan menemukan
zatMu yang mengatur alam makro dan mikro ini
Ya Mutakabbir, lindungilah kami.
ooo
(dari kumpulan puisi Tanah Haram, by a.r loebis, 2013)