MIMBAR-RAKYAT.Com (Jakarta) – Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengkritisi kehadiran ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold seiring rencana DPR merevisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Dia menilai, ambang batas pencalonan yang kini mencapai 20 persen membuat terbatasnya kandidat calon presiden untuk bertarung di dalam kontestasi politik tahun 2024 mendatang.
Dampaknya, rakyat sebagai pemilih hanya disuguhkan dengan pilihan yang itu-itu saja. Belum lagi sedikitnya pilihan calon membuat mereka rentan dengan sejumlah kepentingan.
“Karena sistemnya dibuat sedemikian rupa untuk membatasi orang-orang partisipasi terutama bukan hak untuk memilih, tetapi hak untuk dipilih dibatasi. Misalnya untuk Pilpres dengan 20 persen presidential threshold, ya cuma beberapa orang bisa di situ,” ujar Fadli dalam webinar bersama Dewan Nasional Pergerakan Indonesia Maju pada Selasa (9/6/2020).
“Saya kira cuma maksimum tiga pasangan bahkan, akan selalu dibuat dua pasangan. Kalau bisa duanya itu yang acceptable bagi kepentingan yang besar,” sambungnya.
Untuk itu, ia menilai, sebaiknya ambang batas pencalonan presiden yang mencapai 20 persen ditiadakan menjadi nol persen. Atau diturunkan setengahnya menjadi hanya 10 persen.
“Kalau kita dasarkan pada filosofi yang dipilih juga harus lebih banyak seharusnya presidential itu nol persen, kalau harus diturunkan, misalnya 10 persen maksimum agar tak sembarangan orang juga. Dengan 20 persen saya kira sulit kita mendapat kandidat yang kita harapkan menjadi orang yang terbaik memimpin bangsa dan negara ini,” ujar Fadli. (S/d)