MIMBAR-RAKYAT.Com (Bandung) – Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil mengeluarkan keputusan tentang perpanjangan status tanggap darurat bencana nonalam pandemi COVID-19 di daerah provinsi Jabar. Keputusan Gubernur (Kepgub) Jabar Nomor 443/Kep.290-Hukham/2020 tersebut ditandatangani Emil sapaan Ridwan Kamil pada Kamis (4/5/2020).
Selain itu, Emil juga mengeluarkan Kepgub Jabar Nomor 443/Kep.304-Hukham/2020 tentang Pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara proporsional di daerah Bodebek (Kota Bogor, Bekasi, Depok, Kabupaten Bogor, dan Bekasi).
Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Jabar Daud Achmad mengatakan, pemberlakuan PSBB secara proporsional di kawasan Bodebek berlaku selam 28 hari atau empat pekan, terhitung dari Jumat (5/6/2020) hingga Kamis (2/7/2020).
“Pemberlakuan PSBB secara proporsional akan disesuaikan dengan kewaspadaan daerah di tingkat kecamatan, desa, dan kelurahan dalam bentuk pembatasan sosial berskala mikro (PSBM). Juga diselaraskan dengan kebijakan pemerintah DKI Jakarta yang mulai memasuki PSBB transisi sepanjang bulan Juni,” kata Daud dalam keterangan resmi yang diterima pada Jumat (5/6/2020).
Dengan keluarnya keputusan tersebut, kata Daud, Warga Bodebek wajib mematuhi semua ketentuan dan peraturan PSBB secara proporsional, dan konsisten menerapkan protokol kesehatan. Mulai dari memakai masker, disiplin menjaga jarak sampai rajin cuci tangan dengan sabun.
“Kunci keberhasilan PSBB secara proporsional di kawasan Bodebek adalah kedisiplinan masyarakat dalam mematuhi segara peraturan dan menerapkan protokol kesehatan. Dengan begitu, mata rantai penularan COVID-19 bisa diputus,” kata Daud.
Daud mengatakan, Gubernur Jabar juga menerbitkan Surat Edaran tentang Persiapan Pelaksanaan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) untuk Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 kepada bupati/wali kota di Provinsi Jabar.
Dalam SE tersebut, Gubernur Jabar meminta bupati/wali kota untuk menetapkan status PSBB secara proporsional sesuai level kewaspadaan tiap kecamatan, desa dan kelurahan, dalam bentuk PSBM. Kemudian, dalam rangka persiapan AKB, bupati/wali kota harus mengutamakan kelonggaran terhadap aktivitas ibadah.
“Bupati/wali kota diminta mewajibkan pelaku usaha dan setiap kegiatan yang ada untuk melaksanakan protokol kesehatan, dan pola hidup bersih dan sehat (PHBS). Itu harus disertai dengan surat pernyataan kesanggupan kepada bupati/wali kota,” katanya.
Menurut Daud, bupati/wali kota pun diminta konsisten dan menegakkan sanksi selama PSBB secara proporsional berlangsung dengan bekerja sama dengan TNI/Polri di daerahnya. Sebab, PSBB secara proprosional menjadi persiapan pelaksanaan AKB.
“Pemerintah kabupaten/kota diminta mengajukan pencabutan PSBB dan mengajukan pemohonan penerapan AKB ke Menteri Kesehatan melalui gubernur. Itu juga harus disertai dengan kajian dan pernyataan kesiapan mengendalikan dan mengamankan pelaksanaan AKB. Jika belum memperoleh persetujuan Menteri Kesehatan, daerah bersangkutan tetap melaksanakan PSBB secara proporsional,” ungkapnya. (S/d)