MIMBAR-RAKYAT.com (Jakarta) – Moda Raya Terpadu (MRT) rute Lebak Bulus-Bunderan HI Jakarta yang diberi nama Ratangga, ditargetkan dapat menampung 60 ribu penumpang setiap hari.
“Targetnya awal 60 ribu itu per hari. Jadi kita mulai dengan 65 ribu, pelan-pelan naik menjadi 135 ribu,” ujar Direktur Utama MRT (Moda Raya Terpadu) William Sabandar di Jakarta, Rabu.
William yakin ketika Ratangga beroperasi nanti masyarakat akan antusias menyambut moda transportasi umum tersebut.
“Saya yakin bisa tercapai (jumlah target penumpang), yang terpenting saat ini adalah agar masyarakat merawat dan mulai menggunakan itu. Jadi sekarang kita sosialiasi habis-habisan di berbagai media,” tambahnya.
Pihaknya menyebut tiap harinya Ratangga diujicobakan mulai dari Depo Lebak Bulus hingga Bundaran Hotel Indonesia.
Wiliam berharap kereta cepat fase I mulai dapat beroperasi pada pertengahan bulan Maret 2019.
Sementara untuk fase 2, rute dari Bunderan HI menuju ke Kota, direncanakan peletakan batu pertamanya (groundbreaking) akhir Desember 2018 atau awal Januari 2019.
Kecepatan rangkaian kereta, seperti dilansir antaranews, bisa mencapai 80 km/jam di jalur bawah tanah dan bisa meningkat hingga 100 km/jam di jalur atas tanah.
Harga tiket
William menyatakan, tarif menumpang Ratangga diperkirakan antara Rp8.500 hingga Rp10 ribu.
“Jadi Rp 8.500 itu rata-rata 10 km, dia hanya naik stasiun bayar Rp 2.200, naik dua stasiun bayarnya Rp 1.500 tambah Rp 1.400 jadi Rp 2.900 kira-kira begitu,” ujar William.
Hitungan tarif didapatkan dengan cara tarif per kilometer kali jarak tempuh, dimana tarif per kilometer dikenakan Rp 1.500.
William menjelaskan kisaran tarif tersebut berdasarkan survei dengan 10 ribu responden melalui berbagai media angka yang kemudian disetujui masyarakat.
Namun, keputusan tarif MRT belum diputuskan oleh pemerintah.
MRT Jakarta juga merencanakan adanya integrasi tiket mengingat MRT merupakan bagian dari moda transportasi umum terintegrasi Jak Lingko.
“Prinsipnya begini, bukan persoalan kita punya kartu sendiri atau kartu orang lain, tapi persoalannya apakah kartu ini bisa digunakan untuk ransportasi publik, misalnya kartu Transjakarta bisa dipake MRT kan enggak ada masalah, demikian sebaliknya. Nanti akan kita urus ya,” tukas William.
Sementara itu, akademisi Teknik Sipil Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno, mengatakan, rencana tarif MRT tersebut sudah ideal karena bersubdisi.
“Kalau tidak bersubdisi, bisa kena Rp 35 ribu hingga Rp 40 ribu,” kata dia. Dengan harga tiket yang cukup mahal dibandingkan kereta rel listrik (KRL), karena KRL merupakan kereta lama dari segi infrastruktur.
Kajian studi tarif, lanjut Djoko, harus disesuaikan dengan kemampuan dan kemauan masyarakat. MRT Jakarta fase 1 ditargetkan beroperasi Maret 2019 dengan rencana jam operasi dari pukul 05.00 WIB hingga 24.00 WIB. (An/Kb)