Mimbar-Rakyat.com. (Kuningan) – Perjuangan rakyat Bangladesh akan pengakuan bahasa Bengali agar menjadi bahasa nasional menjadi salah satu faktor Majelis Umum ke-30 Unesco pada 17 November 1999, memutuskan bahwa 21 Februari diproklamasikan sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional di seluruh dunia.
Alasan penting lainnya bahwa tanggal tersebut ditetapkan sebagai peringatan kepada para martir yang mengorbankan hidup mereka pada hari ini juga di tahun 1952.
Peristiwa itu mengingatkan dunia bahwa pentingnya melestarikan bahasa ibu atau bahasa daerah sebagai identitas budaya bangsa.
Dosen Bahasa Indonesia Universitas Kuningan, Dr. Ifah Hanifah, M.Pd mengatakan beberapa hasil penelitian dari banyak jurnal yang dipelajarinya dan penelitian yang dilakukan mahasiswa bimbingannya saat ini, menunjukkan sikap berbahasa yang baik oleh anak remaja cenderung rendah.
“Sebetulnya banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya sikap berbahasa remaja, di antaranya faktor keluarga, lingkungan , dan pemerintah sendiri,” ungkapnya melalui sambungan seluler, Selasa (21/2/2023).
Dikatakan Doktor Hanifah, orang tua saat memperkenalkan bahasa ibu kepada anak-anaknya banyak dengan sikap bahasa yang rendah atau lebih cenderung mengenalkannya dengan bahasa gaul dibandingkan dengan bahasa daerahnya sendiri.
“Hal ini dikarenakan para orangtua menganggap bahasa daerahnya sendiri kurang baik daripada bahasa gaul yang kemudian lebih mereka kenal dibanding dengan bahasa ibunya atau bahasa daerahnya,” sambungnya.
Jika orangtua dalam mendidik dan membesarkan anak, sambungnya, menggunakan bahasa ibu dengan bahasa daerah atau bahasa dari tanah kelahiran itu sendiri maka anak dengan sendirinya akan terbiasa menggunakan bahasa daerah dengan baik.
“Ya itu tadi, ketika lingkungan keluarga yang masih mempertahankan bahasa daerah atau menggunakan multi bahasa saat berkomunikasi dengan anak di rumahnya seperti penggunaan Basa Sunda, maka anak akan terbiasa dengan hal itu,” sambungnya.
Selanjutnya, adalah faktor lingkungan, kata Dr Hanifah, jika dalam keseharian terbiasa bercakap dengan teman-teman sebaya menggunakan bahasa daerah maka akan terbiasa menggunakannya. “Bahasa itu jika tidak dipergunakan, maka secara perlahan akan hilang, dan tidak dimengerti oleh generasi selanjutnya,” jelasnya.
Maka dari itu, Hanifah mendukung penuh adanya mulok Basa Sunda di luar mata pelajarannya.
“Pendidikan menggunakan multi bahasa di rumah yakni bahasa nasional dan daerah sangat penting, ditambah adanya pelajaran bahasa daerah maka hal itu akan menambah anak lebih mudah mempelajari bahasa daerah jika dari rumahnya sudah diperkenalkan dengan baik sejak kecil,” katanya.
Peran Pemerintah
Peran pemerintah, imbuhnya, juga memiliki arti penting dalam perlestarian bahasa ibu agar tidak punah.
“Pemerintah daerah tentunya harus menanamkan kecintaan kepada anak tentang bahasa ibu gitu, tapi juga bagaimana berbahasa menggunakan Basa Sunda. Seperti menerapkan kebijakan Kamis Nyunda, bukan hanya berpakaian adat Suku Sunda saja tetapi diwajibkan menggunakan bahasa daerah di lembaga pendidikan dan kantor,” ujar Hanifah.
Hanifah menambahkan ada sarana – sarana lainnya yang bisa melestarikan bahasa ibu atau bahasa daerah yaitu melalui media. “Dahulu saya menjadi lebih mengerti Basa Sunda melalui radio. Nah saat ini, medianya lebih luas lagi, dengan kemajuan digital. Bisa dengan melalui kamus online yang bisa diakses para siswa atau melalui aplikasi – aplikasi edukasi bahasa daerah,” kata dia.
Hal itu tentunya, lanjutnya, menjadi tantangan bagi para akademisi untuk melestarikan bahasa ibu agar tidak punah.
“Ketika bahasa itu lama tidak digunakan kemudian akan punah karena nanti tidak ada generasi yang akan mengikuti menjadi followersnya tidak ada,” tutupnya.
Perlu diketahui, dikutip dari hasil riset Badan Bahasa dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, terdapat sebanyak 718 bahasa daerah Indonesia.
Jumlah bahasa ibu dalam kategori bahasa daerah dirincikan sebanyak 11 bahasa daerah telah punah, empat dalam keadaan kritis dan 16 dalam keadaan rentan.
Angka tersebut sewaktu-waktu bisa saja bertambah atau berkurang seiring dengan penelitian yang terus dilakukan pemerintah.
Berbagai kalangan, khususnya pemerintah, harus memikirkan dan mempertahankan agar Bahasa ibu atau Bahasa daerah jangan sampai punah dari persada tercinta ini. (Catatan Andini Rahmawati, Kuningan)