Putri Azzumardy Asra nyaris direkrut kelompok radikal. Tiga tersangka teroris digrebek dikampus Unri Pekanbaru. Ratusan combatan asal Indonesia diekstradisi dari Turki akhir Mei lalu.Mereka diduga akan menyusup ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS.
Rentetan peristiwa itu meretakkan wajah intekektualitas kita yang terwakili di menara gading centre of excelent.
WNI yang dipulangkan dari Turki ditangani secara khusus oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Oh, sudah ada ratusan yang dikembalikan. Kami selalu ada kerja sama dengan pihak imigrasi untuk mendata mereka,” kata ketua BNPT Suhardi Alius, Kepala BNPT , di Gedung Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Kamis (31/5).
Mirisnya, mereka terdiri anak anak muda terpelajar lulusan perguruan tinggi yang terkenal. Bahkan peristiwa terakhir terjadi di jantung universitas sendiri, Universitas Riau.
Sebelumnya, BNPT membeberkan Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Diponegoro (Undip), hingga Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Universitas Airlangga (Unair), dan Universitas Brawijaya (UB); sudah disusupi paham radikal.
Densus 88 melakukan penangkapan terkait dugaan jaringan teroris di kampus Universitas Riau,Sabtu 2/5
“Mereka ini akan meledakkan empat bom yang sudah aktif di kantor DPRD Provinsi Riau dan kantor DPR RI,” ujar Nandang, Kapolda Riau.
Densus 88 bersama tim gegana Brimobda Polda Riau menggeledah Gelanggang Mahasiswa FISIP Unri pada Sabtu (2/6) sore. Berhasil diamankan empat bom yang telah dirakit, dan beberapa bahan peledak.Tiga terduga teroris yang ditangkap merupakan alumni kampus tersebut.
Tentang radikalisme di kampus , Kemenristekdikti tidak hanya membenarkan. Bahkan menegaskan bukan hanya PT terkenal tersebut tetapi perguruan tinggi lainpun sudah terpapar.
Apakah menara gading kita sudah retak, sehingga paham radikal mudah merembes?
Menristek Nasir merasa tidak hanya tujuh PTN itu yang terpapar radikalisme. Penyebarannya lebih besar. Meski belum bisa memetakan kampus mana saja yang sudah tersusupi radikalisme, peristiwa di Unri membuktikan ujarannya.
Mahasiswa eksakta lebih mudah menerima paham radikal soal menuntut perubahan sosial dan politik dengan cara ekstrem.
Pernyataannya itu sejalan dengan Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Hamli yang menyebut bahwa fakultas eksakta dan fakultas kedokteran paling rentan disusupi paham radikal.
Menurut Nasir, kecenderungan tersebut sudah terjadi sejak dirinya masih duduk di bangku kuliah era tahun 1980-an.
Sebelumnya sudah ratusan WNI yang dikembalikan secara paksa maupun sukarela oleh pihak Turki.
“Oh, sudah ada ratusan yang dikembalikan. Kami selalu ada kerja sama dengan pihak imigrasi untuk mendata mereka,” kata ketua BNPT Suhardi Alius.
Anak eksakta itu cara berpikirnya logic dan pragmatis, sehingga dia hanya melihat black and white. Kalau memahami agama secara black and white, ya kayak gitu. Jadi yang diandalkan adalah logikanya,” kata Nasir di rumah dinasnya, Jakarta, Rabu (30/5).
Saat ini Kemenristekdikti berupaya memberantas radikalisme melalui para rektor kampus. Belum lama ini Undip menonaktifkan Guru Besar dari Fakultas Hukum Undip Profesor Suteki yang diduga mendukung semangat khilafah milik Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Pola penyebaran paham radikalisme di lingkungan lembaga pendidikan saat ini sudah berubah. Awalnya dilakukan di lingkungan pesantren. Namun saat ini, kampus negeri maupun swasta menjadi sasaran baru dan empuk bagi penyebar radikalisme.
“PTN dan PTS yang banyak kena itu di fakultas eksakta dan kedokteran,” ungkap Hamli Direktur Pencegahan BNPT. Bukan berarti non exacta aman.Buktinya 3 terduga teroris (Z, B, K) Unri adakah alumni dari pariwisata dan sosial
**
Cendekiawan muslim Azyumardi Azra punya cerita.
Putrinya mahasiwi di UI nyaris direkrut bergabung oleh kelompok mahasiswa berpaham radikal.
“Putri saya gagal direkrut karena sering kontak bapaknya,” ucap sang profesor dengan sedikit bercanda.
Mantan rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta menyebut, “sarang terorisme itu justru di perguruan tinggi umum. ” ucap Azyumardi.
Azyumardi usul pemerintah membenahi lingkungan kampus. Ia usulkan melatih kembali tenaga pengajar soal nilai kebangsaan.
Proses deradikalisasi yang selama ini dilakukan BNPT belum terlihat menyentuh akar persoalan, yakni menghilangkan paham radikal yang tertanam di otak para pelaku terorisme.
Banyak saran pemerintah melakukan metode pendekatan lunak, dengan memanfaatkan mantan pelaku teror menjadi agen deradikalisasi.
“Agen yang tepat adalah yang pernah menjadi ‘pemain’ ” kata Huda ,pengamat terorisme dalam sebuah diskusi di kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (24/5).
Ibaratnya penggunaan eks teroris untuk meluluhkan para napi teroris seperti melakukan kampanye kesehatan antirokok. Seorang pecandu rokok bakal mendengarkan nasihat dan masukan yang diberikan oleh bekas pecandu rokok, ketimbang mendengarkan nasihat dokter. (Ais)