Thursday, November 21, 2024
Home > Cerita > Cerita Khas > Reuni SIWO se-dunia 2022!, Catatan A.R. Loebis

Reuni SIWO se-dunia 2022!, Catatan A.R. Loebis

Anggota SIWO berfoto bersama dalam reuni SIWO sedunia 2022. (sunyoto)

Luar biasa! Banyak teman yang melihat spanduk Reuni Siwo se-dunia 2022 itu di medsos saya, langsung japri dan bertanya, ah masa sih ada Siwo se-dunia.

Ya, itu merupakan majas hiperbola, gaya bahasa yang membesar-besarkan sesuatu, tapi tunggu dulu, anggota Siwo Jaya memang bertebaran di mana-mana, ada yang pernah tinggal di Italia dan ada yang bermukim di Inggris, Australia dan Singapura.

Di antara anggota Siwo yang berkelana ke mancanegara itu, Rayana Djakasurya peliput lapangan hijau Tabloid Bola di Italia, Sastra Wijaya wartawan Kompas yang beralih ke Radio BBC Inggris dan ABC Australia, Zeynita Gibbos wartawan Antara yang menetap di Inggris dan Suryopratomo wartawan Kompas yang jadi duta besar Indonesia di Singapura.

Jadi tak salah frasa pada spanduk itu. Zeynita dan Rayana datang ke reuni Siwo itu, Sastra yang asal Jambi pun sedang berada di Indonesia tapi berhalangan datang, sedangkan Tommy,  panggilan akrab Surypratomo yang juga pernah di Media Indonesia dan Metro TV, berniat datang tapi menurut Raja Pane ternyata berhalangan.

Nah, begitu menginjakkan kaki di lantai sembilan Gedung Prasada Sasana Karya – sekretariat PWI DKI Jaya – di bilangan Harmoni, Jakarta Pusat, Sabtu 16/7/2022 sekitar pukul 10.25 WIB, rekan Raja Parlindungan Pane dan beberapa teman lain menyambut dan mempersilahkan masuk ke ruang pertemuan.

Di antara mereka, malah ada yang sudah tiba sejak subuh, guna menata ruang dan mempersiapkan segala sesuatunya. Maklumlah, di WAG Siwo PWI, tercantum sebanyak 83 orang menyatakan akan menghadiri pertemuan nostalgia itu.

Ketika masuk ke dalam ruang, sudah ada Bang Norman Chaniago, Bang Sam Lantang, Mas Adhi Wargono, Hendry Ch Bangun, Zulkarnaen Alregar. Beberapa waktu kemudian, datang ‘kapten” Salamun Nurdin, Jimmy S Hariyanto,  Prayan Purba, Zulfirman Tanjung, Rajab Ritonga, Ian Situmorang, TD Asmadi, Barce, Zeynita Gibbons, Gunawan Tarigan, Wahyu dari Semarang, Wuryanto, Sunyoto, Bernandus dan yang lainnya.

“Acara kita tunda sebentar, mungkin karena hujan yang merata sejak subuh membuat teman-teman telat datang,” kata Raja, pemrakarsa reuni Siwo, bersama Luthfi dan Agus Susanto . Ketika menoleh lewat jendela kaca, kelihatan cuaca   mendung, air masih mengucur dari langit Jakarta .

Suasana sendu dan keceriaan pertemuan Sabtu itu memang “robek” dengan berita berpulangnya rekan Nano Bramono, peliput olahraga Harian Prioritas dan Media Indonesia.

Berita lelayu sahabat baik hati itu masuk WAG Siwo Jaya pukul 08.11 WIB dikirim Barce : Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Telah berpulang Nano Bramono Sabtu 17 Juli 2022. Mohon dimaafkan segala salah dan khilafnya.

Hati siapa tak nelangsa, di hari acara pertemuan Siwo Jaya yang sudah lama dicanangkan, tiba-tiba mendengar salah seorang anggotanya berpulang. Selamat jalan Bramono. Engkau menambah daftar panjang anggota yang pergi. Catatan terakhir anggota Siwo Jaya, tercantum dalam FB yang kelola rekan Djunaedi Tjunti Agus, sebanyak 248 orang (pensiunan dan masih aktif) dan telah tiada 123 orang.

Pantas hanya sekitar separuh dari yang sudah mendaftar datang ke acara itu yang nongol, karena selain cuaca hujan tadi, sebagian pergi melayat ke kediaman Bramono.

Cerita ngalor-ngidul di antara sesama teman seolah tak putusnya, tentu saja cerita tentang masa lalu, kisah masa kini, diselingi tawa berbarengan seolah tak berkesudahan dan berfoto bersama.

Cerita Bang Norman ompong

Tapi the show must go on,  usai santap siang nasi sirih yang sedap, Raja Pane membuka acara dengan doa kepada rekan Bramono. Ia pun menjelaskan reuni atas inisiatip mantan kedua Siwo Jaya Bang Sam, yang menghubunginya dan mengimbau agar diadakan lagi pertemuan anggota Siwo.

“Tidak ada panitia-panitiaan.  Hanya saya dan Luthfi dan Agus yang mengelola acara ini, dananya dari sumbangan teman-teman,” kata Raja,  kini sebagai anggota Dewan Kehormatan PWI Pusat.

Ketua PWI Jaya, Sayid Iskandar, sebagai tuan rumah acara itu, membuka sambutan dengan berdoa kepada sahabat Bramono, dan menyatakan silaturahmi atau reuni amat diperlukan karena ada hikmahnya, yaitu panjang umur, membuka pintu rejeki dan merekatkan persaudaraan dan persahabatan.

Bang Norman Chaniago yang memasuki usia 83 tahun pun didaulat angkat bicara. Ia menceritakan awal berdirinya Siwo pada 1966 yang diprakarsai Sondang Meliala, Eddy Sihombing, Ardy Syarif dan beberapa lainnya.

Hebatnya, ketika itu Siwo Jaya kahir sebelum ada Siwo Pusat, bahkan lahir sebelum ada KONI.  Kebutuhan wadah organisasi profesi ini, bukan saja untuk kepentingan tugas jurnalistik, tapi mencakup hal yang lebih luas lagi, bukan sekedan menjadi peliput belaka, melainkan memiliki peran dalam pembinaan olahraga di tanah air.

Cerita Bang Norman Chaniago itu amat menarik, karena ini merupakan tonggak sejarah dan pantas diketahui para anggota yunior Siwo yang kiprahnya sudah berbeda di jaman canggih serba digital ini.

Bang Norman Chaniaco memasuki usia 83 tahun. (sunyoto)

“Wartawan sepuh pelaku sejarah berdirinya Siwo Jaya itu kini tinggal beberapa orang. Di antaranya saya, Lukman Setiawan dari harian KAMI pindah ke Tempo dan Bisnis Indonesia, kemudian Th Budi Susilo dari Kompas. Budi bermukim di Australia,” kata Norman yang kini sudah tidak punya gigi itu.

“Haha..saya sudah tidak punya gigi lagi. Habis semua. Ibarat mobil saya ini sekarang sudah menjadi matik,  tanpa gigi,” kata Bang Norman, yang ingatannya masih tajam.  Bang Norman dulu wartawan Olympic, PAB dan Prioritas dan katanya nomor kartu pers PWI DKInya bernomor 122.

Apa rahasia usia panjang Bang?

“Jangan urusi urusan orang. Dan saya tidak merokok sejak dulu,” kata Bang Norman, yang menurut teman, jaman dulunya suka usil dan “ngerjain” orang.

Acara semakin meriah ketika memasuki sesi senandung dan pembagian door-prize. Ada sembilan barang rumah tangga yang akan dibagikan serta dua cash money prize spontan dari ketua PWI Jaya, karena tak sempat beli barang. Penarikan undian dan penyerahan hadiah ini, diselingi dengan nyanyian.

Raja Pane menyenandungkan Rumah Kita, Hendry Ch Bangun nyanyi Pelangi di Matamu, Rajab Ritonga melantunkan Sai Anju Ma Au dan Ian Situmorang bersama Prayan Purba, Rajab dan lannya mendendangkan Situmorang sembari manortor. Jimmy S Hariyanto dan Adhi Wargono lupa nyanyi apa, ditutup dengan Kemesraan bersama semua yang hadir sembari bergandengan tangan.

Sejenak bergembira ria. (sunyoto)

“Bagus ya suara Bang Raja,” seorang teman nyelutuk dan ada jawaban, “Ya, dia sudah pernah masuk dapur rekaman”.  Luthfie yang amat kocak sebagai MC pun berkomentar, “Tak nyangka Bang Hendry Bangun bisa nyanyi.”  Hendry baru saja melepas jabatannya sebagai wakil ketua Dewan Pers.

Luthfie pada awal acara bercanda mengatakan, “Tadinya saya pikir biarlah sembilan orang yang datang, agar door-prize itu kita bagi saja, tanpa diundi.” Pasalnya, hingga siang ruangan masih sepi, padahal undangannya pukul 09.00 WIB.

Melepas rindu

Tampaknya rindu belum lepas, terbukti ketika acara sudah ditutup lewat dari pukul dua siang, masih ada saja yang masih ngumpul, di antaranya Ian Situmorang, Adhi Wargono, Prayan Purba, Zulfirman Tanjung, Hendry Ch Bangun , Luthfie, Raja Pane dan beberapa lainnya.

Kopi dan teh pun disedu lagi. Pembicaraan berlanjut dari satu topik ke topik lain. Tentang pengalaman awal sebagai wartawan, diplonco para senior sehingga berita pada salah, tentang ngerinya masa pandemi, sampai pada inti paling dalam di kehidupan ini.

Apa inti paling dalam di kehidupan ini? Inti kehidupan ini adalah stasiun akhir perjalanan di dunia, yaitu kematian.  Sampai pada cerita ini, semua seolah merenung, saling pandang dan menarik nafas dalam.

Ian Situmorang berkisah tentang puteranya yang meninggal karena sakit, Hendry Bangun kehilangan isteri tercinta, Bang Sam kehilangan putera tersayang, Mas Adhi Wargono kehilangan isterinya dua kali (setelah isteri pertama meninggal, ia nikah lagi dan beberapa tahun kemudian isteri tercinta meninggal pula karena sakit).  Ah, kami kembali saling pandang, sebelum bersalaman dan pulang.

Inilah perjalanan hidup dan semua orang pasti melalui dan mengalaminya. Dalam silaturahim atau reuni Siwo Jaya sedunia 2022, kita bertemu, kita berbincang saling membuka diri. Kita butuh berbicara, bertemu teman lama, karena hakikat hidup adalah berbicara, untuk menghindari kesunyian yang memilukan.

Kata Chairil Anwar: Tuhanku // di pintuMu aku mengetuk // Aku tidak bisa berpaling.  (***)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Hallo kawan, silahkan klik tombol Like / Follow untuk mendapatkan berita dan tulisan terbaru