“Sar, gue sayang sama lo. Lo mau gak nikah sama gue?” ucap Sebastian dalam pelukannya yang erat.
Sarah mendongak ke atas hingga wajah mereka hanya terpaut satu sentimeter jauhnya.
“Lo masih mabok ya?”
“Enggak Sar, gue serius.”
* * *
Sebastian dan Sarah adalah sepasang teman yang memang tak sengaja match dalam satu dating apps.
Sarah yang saat itu sedang stres dengan kantornya serta keinginan kuat untuk move on dari Josh, merasa membutuhkan angin segar dan saat itulah, Sebastian datang.
“Hi Sarah Danindra. Gue Sebastian, salam kenal ya.” begitu tulis Sebastian dalam kolom chat dating apps tersebut.
Sarah hanya bisa tertawa dan bergidik, menunjukkannya ke Lena dan Lia. “Ini orang pick up line nya nggak ada niat sama sekali apa?! Nggak ada niat banget gitu ya Allah, hahahaha.”
Meskipun setengah mati enggan untuk membalas chat Sebastian yang tidak menggugahnya, tetapi seperti ada yang berbisik untuk membalas chat tersebut.
Ternyata benar saja, mereka nyambung dan Sarah merasa seperti bertemu dengan belahan jiwanya, cerminan dirinya dalam diri laki-laki.
Suatu malam, Sebastian menghubungi Sarah melalui dating apps. Malam itu, Sebastian membuka hatinya yang baru saja terluka akibat putus cinta dari kekasihnya beberapa bulan lalu.
Sarah yang memang jenuh dengan kegiatannya hari itu, mencoba mendengarkan Sebastian dengan sepenuh hati. Pembicaraan mereka lalu berlanjut kesana kemari, sampai akhirnya mereka memutuskan untuk bertemu pertama kalinya di bilangan Senayan.
Pertemuan yang tidak mengesankan, menurut Sarah. Tetapi, mereka tetap melanjutkan pembicaraan melalui messenger. Pertemuan demi pertemuan, Sarah mulai merasa nyaman dengan Sebastian. Namun, Sebastian seperti menjauh dan Sarah tau mengapa.
* * *
Hari itu, Sarah bertemu kembali dengan Sebastian setelah sekian lama. Meskipun Sebastian datang terlambat karena ia tertidur di rumah, Sarah tetap menunggu dengan asyik sendiri mendengarkan musik serta melihat video terkini di TikTok.
Sampai akhirnya…. Ia datang.
“Hi Sarah, apa kabar?” ucapnya sambil menarik kursi di depan Sarah. Sarah yang sedang berkonsentrasi penuh dengan handphonenya, langsung mengangkat kepalanya.
Sebastian…. He looks good today, menggunakan sweater abu-abu, celana jeans biru, dan sneakers hitam bersolkan putih.
“Hi Seb, baik. Mau pesen apa? Gue tadi udah pesen pizza dan diet coke, if you want to order langsung scan aja ya.” ucap Sarah dengan lancar satu napas.
Sebastian hanya mengangguk dan segera memesan apa yang ia ingin makan sore itu. Tiada yang aneh antara mereka berdua, tetap berbicara seperti biasa. Hingga akhirnya malam tiba dan Sebastian memesan dua gelas bir, hingga ia sedikit mabuk.
“Seb, kalau nggak kuat pulang, gue anterin aja ya?”
“Nggak usah Sar, jauh.”
“Daripada lo kenapa-kenapa kan.”
“Nggak. I don’t wanna go home.”
“You wanna stay somewhere else?”
“Well…. Let’s book a room near here.” ucapnya santai namun masih sedikit mabuk.
Sarah yang mendengarnya sedikit terkejut.
“Yaudah, gue cariin ya…”
“Stay with me, Sarah.” ucap Sebastian sambil menatap mata Sarah dalam-dalam.
Sarah yang mendengar ucapan Sebastian tadi, semakin terkejut namun Sarah tidak menolak.
Ada sebagian dirinya yang ingin menemani Sebastian malam ini.
“Yaudah… gue pesenin, a room with twin bed ya. So we’ll sleep separately.”
“Okay.” ucap Sebastian lalu menenggak habis gelas birnya dan mereka berdua memproses pembayaran lalu beranjak pergi ke hotel bintang tiga yang sudah dipesan oleh Sarah.
Sesampainya di kamar hotel.
“Sar, come here.” ucap Sebastian yang sudah terduduk di kasur hotel, dan menarik Sarah hingga ia terjatuh ke dalam pelukan Sebastian dan mereka berdua tertidur di kasur berukuran single.
Ada jeda cukup lama antara mereka berdua, membuat Sarah gatal ingin mengkonfrontasi Sebastian.
“Seb, can I ask you something?” ucap Sarah sambil menengok ke arah Sebastian.
Ia hanya mengangguk sembari menutup mata dengan lengannya.
“Aku pernah buat salah ya sampai kamu sempet menjauh dari aku?”
Sebastian tidak menjawab, dan Sarah hanya bisa menghela napas.
“Sar, Lo nggak bikin salah apa-apa. It was me, who was so insecure about you.”
“Kenape lo jadi insecure sama gue? Bukannya waktu itu udah jelas gue suka sama lo, Seb?” ucap Sarah sedikit emosi mendengar apa yang keluar dari mulut Sebastian.
“Iya, tapi gue saat itu masih takut, Sar. gue takut lo sama kayak mantan gue.”
“The hell?”
“Sar, you have everything I don’t. Gue punya apa buat offer ke lo dan keluarga lo?”
“What?”
Sarah yang sedang dalam posisi tertidur dalam pelukan Sebastian, langsung terbangun dan menarik Sebastian agar ia terbangun juga.
“Maaf Seb kalau gue punya semuanya dan membuat lo menjadi mundur dan tidak siap meski dengan jelas gue pernah ngomong sama lo, I do like you for whoever you are dan ayo kita sama-sama berjuang.”
Sebastian hanya terdiam.
“Gue trauma, Sar. Yang terakhir ninggalin gue ketika gue berjuang buat dia, karena dia nggak percaya sama gue. Dia nggak bisa melihat perjuangan gue.”
Sarah yang mendengarnya semakin emosi. “Udah Seb, gue mau tidur. Lo tidur aja.”
Sarah beranjak dari kasur Sebastian, dan berjalan ke arah kasur satu lagi. Membuka sepatu dan melepas outer, Sarah membuka selimut. Seketika, Sebastian beranjak ke arahnya dan memeluk Sarah dari belakang. Ia membalikkan Sarah sehingga jarak hanya terdapat satu sentimeter di antara mereka.
Sarah bisa merasakan hangatnya nafas Sebastian dan aroma lemon dari mulutnya.
“Lo mau apa?” ucap Sarah belum selesai karena Sebastian menempelkan bibirnya ke bibir Sarah, menciumnya penuh dengan hasrat dan kasih sayang. Samar-samar Sarah mencecap alkohol pada mulutnya. Sebastian mendudukkan dan menidurkan Sarah di kasurnya, memegang wajah Sarah sehingga ia tidak bisa kabur dari ciumannya.
Sarah kemudian melepaskan ciuman Sebastian, mencoba mencerna apa yang terjadi. Meskipun sudah terlepas dari bibirnya, Sarah kini berada dalam pelukan Sebastian. Erat, hangat, dan nyaman ketika Sebastian mengelus punggung Sarah. “Maafin gue Sar, gue nggak tahan untuk nggak meluk dan cium lo.”
“Gue sadar betul, gue menjauh dari lo karena gue sadar diri gue gak pantes buat lo. Sudah kesana kemari buat cari yang sepadan dengan gue, gue tetep mau sama lo yang out of my league. Gue sadar, gue harus memperbaiki diri sebelum bisa menawarkan diri gue ke lo dan ke keluarga lo.”
Sarah hanya terdiam mendengar ucapan Sebastian.
“Gue capek bahasnya, Seb. Gue udah ngomong berkali-kali, gue sayang sama lo dan gue terima lo apa adanya dan gue gak masalah kita berjuang sama-sama.” ucap Sarah.
“Kalau lo ada ketakutan akan ditinggalin karena gue akan ga tahan dengan keadaan lo, gue juga ada Seb.” lanjut Sarah.
“Apa?”
“Ditinggalin ketika lo udah sukses, lo nggak mau lagi memperjuangkan gue. Lo lebih memilih yang lain. It happened to me, nggak cuma di percintaan aja. Di pekerjaan juga, Seb,” ucap Sarah sedikit parau.
Sebastian yang mengerti maksud dan perasaan Sarah saat itu, langsung memeluknya dengan erat. Ada keheningan di antara mereka dalam beberapa menit, hingga akhirnya Sebastian angkat bicara.
“Sar, gue sayang sama lo. Lo mau gak nikah sama gue,?” ucap Sebastian dalam pelukannya yang erat. Sarah mendongak ke atas hingga wajah mereka hanya terpaut satu sentimeter jauhnya.
“Lo masih mabok ya?”
“Enggak Sar, gue serius.
” Sarah hanya bisa tersenyum mendengar pertanyaan Sebastian, dan dia cuma bisa kembali ke dalam pelukannya.
“Akhirnya ye. Capek juga gue nungguin lo ngomong jujur. ”
Sebastian hanya tertawa mendengar ucapan dari mulut Sarah.
oOo
Jakarta, 2020