MIMBAR-RAKYAT.com (Jakarta) – Ketua Umum PP Ikatan Motor Indonesia (IMI) Sadikin Aksa membuka resmi workshop “Share Perspective” IMI di Jakarta, Selasa, didahului sambutan dari Ketua Pengprov IMI DKI A Judiarto, pada acara yang berlangsung hingga petang dan dilanjutkan Rabu.
Sadikin Aksa mengatakan, sepanjang 2016 diperhitungkan ada sekitar 1.400 event otomotif di Indonesia untuk tingkat daerah, nasional dan daerah, dengan standarisasi yang berbeda-beda.
“Jadi kita harus sharing atau membagi pengalaman dalam hal ini, seperti yang juga dilakukan FIA terhadap grass-rootnya. Juga pembagian pengalaman dan pembelajaran di bidang manejerial event, bagaimana meningkatkan komersial event dan bagaimana cara meningkatkan mutu event,” kata Sadikin Aksa yang beberapa kali mengikuti acara serupa di tingkat FIA.
Sadikin mengimbau agar para pengurus IMI di pusat dan daerah, serta klub, agar berusaha meningkatkan standarisasi masing-masing, karena karakterisasi penyelenggaraan event berbeda mulai dari Sabang hingga Merauke.
“Penyelenggara event harus berusaha meningkatkan mutu mereka sehingga produk akan bersedia membuat IMI menjadi wadah pengenalan produk tetapi tentu saja dengan mengutamakan segi keamanan atau safety, baru kemudian dari sisi komersial,” kata Ikin.
Sedangkan Judiarto menyebutkan IMI harus berusaha meningkatkan daya saing dan meningkatkan imej IMI dan melalui workshop itu diharapkan akan diperoleh “generasi unggul” untuk menaikkan standarisasi IMI.
“Kita berharap mutu penyelenggaraan event otomotif di Tanah Air semakin meningkat sehingga IMI semakin diminati masyarakat,” kata Judiarto.
Selanjutnya pada sesi pertama workshop IMI yang diikuti berbagai klub dari Indonesia itu, diisi Doni Prihandana yang membawakan materi tentang sejarah IMI serta tantangannya ke depan.
Ia berbicara tentang kaitan antara IMI dengan FIA, FIM dan AIT, termasuk tentang masalah regulasi dan advokasi berujung pada perlunya IMI meningkatkan dan menentukan standarisasi dan keberadaannya.
Sedangkan Sekjen PP IMI Jeffrey JP sebagai pembicara kedua pada sesi pertama itu, berbicara tentang pengalamannya selama delapan bulan berada dalam tubuh organisasi IMI. Ia lebih banyak menyinggung tentang masalah organisasi, dikaitkan dengan butuhnya komunikasi dan keterbukaan berkesinambungan antara pusat dan daerah serta dengan klub.
Jeffrey menekankan program IMI jangka pendek, menengah dan panjang selama masa kepemimpinan Sadikin Aksa periode 2016-2020.
“Kita menekankan adanya kaderisasi. Kita juga meningkatkan komunikasi dan jaringannya. Kita melakukan pendekatan dengan unsur pemerintah. Kita akan buat kalender setahun sebelumnya. Harus ada standarisasi dan grade sirkuit,” kata Jeffrey.
Ia juga membuka wacana akan membuka saluran agar masyarakat umum dapat mendaftarkan diri sebagai anggota IMI, karena saat ini di Indonesia anggota IMI baru sekitar 20.000-an.
“Padahal di Jepang yang penduduknya lebih sedikit dari Indonesia, anggota IMI-nya mereka sudah mencapai dua juta orang. Kalau pada 2020 kita memiliki anggota 100 ribu orang saja, dengan iyuran Rp100 ribuan per tahun, maka kita akan dapat dana sekitar Rp1 miliar,” kata Jeffrey.
“Makanya salurannya harus kita buka secara online, tidak usah dibuat payah, dan kita pun dapat tertib administrasi dan tertib finansial,” kata Jeffrey dengan menambahkan, secretariat PP IMI tetap terbuka menerima berbagai pertanyaan dari Pengprov IMI dan klub tentang masalah apa pun.
“Kita melayani Pengprov, Pengprov melayani klub. Kita bukan dilayani, jangan minta dilayani, jangan minta dijemput,” kata mantan navigator nasional itu.
Pada sesi kedua, promotor nasional Tjahyadi Gunawan dari Genta Otosport dan Helmy Sungkar dari Trendi Promo Mandira, membeberkan pengalaman mereka dalam menyelenggarakan berbagai event otomotif.
Gunawan yang sudah menjadi promotor nasional sejak 2008, bercerita tentang pengalamannya serta kiat menjalankan event, seperti yang dilakukannya pada event kompetisi Jeep Amerika, adventure offroad, reli sprint, bulu tangkis, bola voli pantai sampai pesta kuliner.
“Pada prinsipnya sama semua, tapi ada kiat khusus untuk setiap jenis event yang kita jalankan,” katanya dengan menggarisbawahi dalam perlombaan, penyelenggara harus lebih menghargai pebalap, selain tentu saja mewujudkan apa yang diinginkan sponsor.

Helmy Sungkar yang sudah berkiprah sejak 1984, lebih dalam lagi menjabarkan pernak-pernik pengalamannya dalam melakoni event olahraga otomotif, mulai dari sisi pembentukan panitia, pemilihan lokasi, pembuatan sarana, pengurusan izin, asuransi pebalap, panitia dan pihak ketiga.
Juga masalah seragam, tanda pengenal (ID Card), tanda petunjuk lokasi, masalah medis dan kiat serta cara pendekatan kepada pemerintah setempat hingga kepada pedagang dan masalah parkir.
Ia menuturkan dengan jeli setiap langkah-langkah penyelenggaraan suatu perlombaan dan materi pembicaraannya ini amat perlu bagi para peserta workshop yang umumnya masih generasi muda pada bidang mereka.
“Sejak awal sebagai promotor lomba, pengorbanan saya tidak sedikit, tapi kepuasan batin yang saya peroleh tidak dapat dibeli dengan uang,” kata Helmy.
Acara itu dilanjutkan Rabu dengan sesi tiga dan empat pendanaan dan tanggung jawab sosial event otomotif di Indonesia serta keinginan untuk membentuk warisan masa depan. (arl)