Sekitar 50 wartawan olahraga, kebanyakan berusia 60 tahun ke atas, Sabtu siang berkumpul di Hall Dewan Pers, Kebon Sirih Jakarta. PWI Jaya, dengan Ketua Sayid Iskandar, menjadi tuan rumah untuk merayakan ulang tahun ke-70 Sami Leo Lantang, wartawan olahraga terakhir pensiun dari Tabloid Bola.
Hadir tokoh sepakbola Andi Darussalam Tabusala, anggota DPRD DKI Steven Musa, wartawan senior Jimmy S Harianto, Suryopratomo, Lalu Mara, Achmad Istiqom, Atal S Depari, dll.
Acara menjadi semacam reuni wartawan yang dulu bertugas di Komplek Olahraga Gelora Bung Karno, Senayan, yang tergabung dalam Seksi Wartawan Olahraga (SIWO) PWI Jaya. Dalam kesempatan itu Tebe Adhi membacakan puisi tentang Bang Sam, karya A.R. Loebis.
Ya Sam Lantang, begitu dia lebih dikenal, adalah salah satu Ketua SIWO PWI Jaya yang terkenal, karena dianggap menjadi ketua yang rendah hati, dekat dengan yunior, pandai menggerakkan anggota untuk menjalankan program, serta memiliki hubungan baik dengan induk organisasi olahraga, Jakarta maupun nasional.
“Bang Sam itu Ketua SIWO PWI Jaya, yang lain cuma penggantinya,” kata Lutfi Sukri, salah satu yunior Sam.
Sam Lantang awalnya bekerja di Berita Yudha, suratkabar yang diterbitkan Puspen Hankam. Dia mendapat liputan di berbagai tempat termasuk Balai Kota. Setelah beberapa lama dia pindah ke liputan olahraga. Ketika Kompas Gramedia mendirikan Tabloid Bola, pada tahun 1984, Sam diajak untuk bergabung. Lalu dia pension di usia 60 tahun, tepat 10 tahun lalu.
Pada masa kepemimpinan Sam Lantang, yang dilanjutkan Atal S Depari yang kini Ketua Umum PWI Pusat, kegiatan SIWO Jaya berskala nasional. Selain Lomba Gerak Jalan Piala Wakil Presiden, ada Lomba Balap Sepeda Nomer Trek Nasional, ada Anugerah Olahraga Nasional bagi atlet terbaik Indonesia, sebelumnya ada Kejuaraan Sarung Tinju Emas yang diikuti petinju pilihan Indonesia. SIWO Jaya juga aktif meningkatkan kompetensi anggotanya dengan pelatihan teknis cabang-cabang olahraga seperti Bola Voli, Atletik, Bowling.
Maraknya kegiatan ini sejalan dengan prestasi olahraga Indonesia yang saat itu sedang naik daun. Indonesia selalu menjadi juara umum SEA Games (walau sempat kalah 1985), Indonesia memiliki bintang-bintang seperti Yayuk Basuki, Suzanna Anggarkusuma di tenis, Liem Swie King, Icuk Sugiarto, Ivana Lie, Susi Susanti dan Alan Budikusuma dkk di bulutangkis, Purnomo Moch Yudi, Mardi Lestari di Atletik, Trio Panahan Nurfitriyana, Lilis Handayani, Kusuma Wardhani, lalu Adrianus Taroreh, Pino Bahari di tinju, Fanny Gunawan di balap sepeda, sebagai contoh. Selain itu Galatama berputar kencang dan kejurnas berbagai cabang olahraga rutin diadakan, di Jakarta maupun di daerah.
Dengan berkumpul di sebuah kantor di Kawasan Lapangan Tembak Senayan (kini sudah menjadi Hotel Mulia), teman yang habis meliput di sekitaran GBK, bisa rehat, berdikusi, makan bakso, bahkan main bilyar sebelum bergerak ke kantor masing-masing.
Kekompakan lalu tercipta meskipun untuk urusan berita masing-masing punya rahasia yang disembunyikan agar tidak diketahui teman dari media pesaingnya.
Pergi ramai-ramai, tapi bikin berita berbeda-beda, mungkin angle-nya atau ada tambahan narasumber selain mereka yang ditanya di lapangan. Bulu tangkis masih latihan di Hall C, lalu ada atletik di Stadion Madya, ada renang di stadion renang, angkat besi di kanseleri bersama tenis meja, tidak sulit mencari berita. Apalagi musim pelatnas, entah untuk SEA Games, ikut berbagai kejuaraan internasional, atau persiapan PON. Maklum atlet daerah umumnya tetap berlatih di pusat.
Persaingan tetap sehat karena semua bersahabat, sebagaimakan ditekankan oleh Sam Lantang saat memberikan sambutan kemarin.
“Kita bisa berkumpul di sini karena persahabatan. Kita bersaing saat meliput, tetapi tetaplah teman yang berprofesi sama,” ujar Sam yang kelahiran Manado, 15 Agustus 1950 ini.
Solidaritas SIWO memang terkenal karena persahabatan dan persaudaraan itu, apalagi kalau sudah pergi meliput bersama-sama ke luar kota ataupun ke luar negeri.
Senasib sepenanggungan, sehingga kadang tidur satu kamar sampai empat orang apabila ada teman yang ingin menumpang karena kantornya tidak bisa memberi biaya hotel. Tidak ada pula yang merasa tinggi hati hanya karena dia bekerja di media nasional yang besar sementara temannya media daerah yang biasa.
Usia 70 tahun yang dicapai menurut Sam sangat dia syukuri mengingat dia juga pernah kena stroke. Menurut Aba Mardjani, rekannya dulu di Bola, Sam Lantang terjaga kesehatannya karena meskipun Nasrani, selalu puasa full di bulan Ramadhan, tidak pernah kalah.
Dia juga rajin jogging tiap sore, sudah berlari dari kantor di Kawasan Palmerah, ke Stasiun Utama Senayan, dan setelah satu jam lebih kembali lagi ke kantor. Maka nikotin di paru-paru karena belasan tahun merokok dapat terhapus sedikit demi sedikit.
Banyak wartawan yang gagal mencapai usia 60 tahun karena kebiasaan merokok saat menulis berita, ada mencapai usia itu tetapi sudah sakit-sakitan. Sam merasa beruntung masih relative sehat.
” Ïni anugerah yang harus saya syukuri,”ujarnya.
Betul sekali. Mencapai lebih dari 60 tahun adalah anugerah luar biasa. Selain menjaga kesehatan, maka mereka yang mencapai usia itu hanya banyak syukur diberi kenikmatan sehat jiwa dan raga.
Selamat Ulang Tahun Sami Leo Lantang (Hendry Ch Bangun)