Di kawasan tepi hutan lebat, bermukim sekelompok semut. Mereka bekerja keras siang malam dengan rajin dan tanpa kenal lelah. Saling menolong dan bergantian satu sama lain, semua mereka lakukan demi kesejahteraan kelompok mereka. Di tepi hutan itu juga tingal berbagai serangga lain dan mereka juga bekerja giat.
Ada si Ring-Ring laba-laba yang berprofesi sebagai penenun. Dia menenun berbagai kain sutera yang indah dengan jaringnya untuk dijual dan dapat di gunakan sebagai mantel oleh para serangga lain. Lalu ada si Mada si kaki seribu, dia bekerja mengantar para serangga ke tempat tujuan mereka dengan cepat.
Ada juga Lola si lalat, dia bekerja sebagai tukang sampah, membersihkan sampah agar kawasan itu tetap bersih. Masih banyak lagi serangga lain dengan pekerjaan beragam. Tapi ada satu serangga yang sangat malas, si Kiko belalang. Dia memiliki ke inginan dan cita-cita tinggi, tapi dia hanya suka berhayal dan bermimpi tanpa mau bekerja keras.
Dia sangat yakin akan kemampuanya, dan yakin akan berhasil. Sehingga pekerjaanya sehari-hari hanya berhayal dan mencoba menulis lirik-lirik lagu dan musik dengan biolanya. Tentu saja karena dia bercita-cita menjadi seekor belalang pemusik yang terkenal. Tapi terkadang, keyakinan yang dia miliki tidak di imbangi dengan bakat yang cukup dan tidak mau menerima masukan dari orang lain. Dia merasa tidak ada orang lain yang lebih mengerti tentang musik sehingga dia tak pernah mau menerima nasehat dari orang lain.
Waktupun terus berlalu dan musim terus berganti. Tak terasa musim gugur telah hampir usai dan mendekati musim dingin. Para semut dan binatang lain tengah giat bekerja keras untuk menyiapkan makanan sebagai persiapan di musim dingin, tidak terkecuali para semut. Para semut memang terkenal serangga yang paling rajin. Meski pekerjaan mereka hanya sebagai pengangkut barang, mereka sangat giat bekerja dan selalu saling tolong menolong. Sedangkan si Kiko belalang masih saja asik dengan biolanya tanpa satu lagu pun yang dapat dia ciptakan.
“Hai Kiko belalang, apakah kau tidak bekerja untuk persiapan di musim dingin?’. Tanya seekor semut pada suatu hari.
“Apa yang kau tahu? Kau itu tak sepintar aku. Aku ini adalah serangga yang memiliki bakat dan di takdirkan sebagai musisi besar. Tak seperti semut seperti mu yang di takdirkan sebagai kuli dan orang kecil. Dasar tak berguna.. hahaha”. Kata Kiko belalang dengan sombongnya.
“Tapi tanpa persiapan, kau akan kesulitan menghadapi musim dingin. Musim dingin sebentar lagi datang. Jika kau kurang persiapan, kau bisa kelaparan dan bias mati. Aku hanya mencoba untuk menasehatimu kawan”, kata semut dengan sabar.
“Jangan kau panggil aku dengan sebutan kawan, karena aku tak sudi berkawan dengan kasta rendah sepertimu. Calon orang besar sepertiku, juga tak butuh nasehat dari semut. Sekarang pergi kau..!! Kau mengganggu konsentrasi ku dalam menciptakan lagu”. Dengan nada kasar si Kiko belalang mengusir semut yang baik hati itu.
Semut itupun kemudian meninggalkan si Kiko belalang dengan hati yang sangat kecewa. Nasehat baiknya sama sekali tak di anggap. Malah di caci dan di hina dengan semena-mena. Hingga semut itupun merasa sakit hati.
Ahirnya musim dingin tiba. Para serangga dan hewan-hewan lain tengah berhenti dari pekerjaanya dan tinggal di rumah mereka dengan nyaman. Dengan perbekalan yang cukup, mereka tak hawatir lagi dalam melalui musim dingin yang cukup panjang. Tapi nasib sebaliknya di alami oleh si belalang. Dia kelaparan dan mengemis makanan dari satu tempat ke tempat lain untuk bertahan hidup. Dia juga tak memiliki tempat tinggal sehingga dia harus tidur di sembarang tempat dan melawan hawa dingin yang menusuk tulang.
Hingga pada suatu hari, sampailah dia di rumah si semut yang dulu dia hina dan dia ejek.
“Hai semut sahabatku, aku kelaparan. Maukah kau berbagi sedikit makanan untuk ku?,” kata si belalang memelas.
“Ma’af, aku tak punya sahabat seorang pengemis sepertimu. Makananku hanya cukup untuk keluarga ku sendiri. Memang makananmu di mana kok sampai kau mengemis?,” tanya si semut. Sebenarnya dia mengenali belalang itu, tapi karena rasa sakit hatinya, dia acuh dan pura-pura tak mengenalnya.
“Maaf sahabatku.. selama musim dingin dan musim gugur, aku sibuk menulis lagu. Sehingga aku tak sempat mencari bekal makanan”. Jawab si Kiko belalang.
“Apa kau sudah bias menulis lagu?,” tanya si semut lagi.
“Aku sudah menghasilkan sebuah lagu..”. jawab si belalang dengan tersenyum dan sedikit bangga.
“Nah, kalau begitu.. waktunya sekarang kamu memainkan lagu ciptaanmu dan menari-nari dengan riang. Semoga saja lagu itu bisa membuatmu kenyang,” kata si semut sambil menutup pintu rumahnya.
Si Kiko belalang hanya dapat berdiri tertegun di depan pintu. Dia menyesal dengan segala perbuatan dan sifat buruknya di masa lalu. Dia sangat menyesal dulu dia sangat angkuh, sombong, dan suka merendahkan orang lain. Kini giliran baginya untuk di rendahkan oleh orang yang dulu pernah dia hina. Tapi dia sadar, penyesalan kemudian tiada berguna. Mulai saat itu, si Kiko belalang belajar banyak hal dan dia berjanji akan berusaha menjadi lebih baik dan memperbaiki sifat-sifat buruknya. (Dtb/arl)