Thursday, December 12, 2024
Home > Berita > Setumpuk Sengkarut PPDB: dari Titip Nama di KK hingga Jual Beli Bangku

Setumpuk Sengkarut PPDB: dari Titip Nama di KK hingga Jual Beli Bangku

ilustrasi

Mimbar-Rakyat.con (Jakarta) – Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mendesak Kemendikbudristek RI melakukan peninjauan ulang dan evaluasi total menyeluruh terhadap kebijakan dan pelaksanaan sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).

Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim mengatakan sistem tersebut selalu menimbulkan masalah dari awal diterapkan, sejak tahun 2017.

“Evaluasi secara total dan komprehensif serta tinjau ulang kembali sistem PPDB sangat penting dilakukan Kemendikbudristek,” kata Satriwan dalam keterangan tertulisnya, Selasa (11/7).

“Karena P2G menilai tujuan utama PPDB mulai melenceng dari relnya. Persoalan klasik yang terjadi tiap tahun,” lanjutnya.

P2G mencatat sedikitnya ada lima bentuk persoalan utama. Berikut lima persoalan yang diungkap P2G:

Migrasi domisili melalui Kartu Keluarga calon siswa
Masalah ini terjadi pada PPDB jalur zonasi. Siswa yang mengincar sekolah favorit tapi terkendala dengan domisili rumah, biasanya menyiasati dengan memasukkan atau menitipkan namanya di KK warga sekitar sekolah favorit. Kerap hal ini dilakukan oleh orang tua siswa.

“Kasus serupa pernah terjadi di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jakarta, Jawa Timur, dan terbaru di Kota Bogor,” kata Satriwan.

Menurut Satriawan, modus pindah KK ini harusnya bisa diketahui dan diantisipasi sejak awal oleh RT/RW dan Disdukcapil. Solusi verifikasi faktual sudah tepat dilakukan.

“Yang dilakukan Wali Kota Bogor Bima Arya, bereaksi di ujung proses PPDB ini agaknya telat dan menunjukkan pemda tidak punya sistem deteksi sejak awal. Apalagi kota Bogor sudah ikut PPDB sejak 2017, jadi bukan hal baru mestinya,” jelas dia.

Satriwan mengakui warga negara mempunyai hak untuk berpindah tempat dan menilai sekolah tertentu lebih baik ketimbang sekolah lainnya.

Dalam Permendikbudristek Nomor 1 Tahun 2021 tentang PPDB Pasal 17 ayat 2 berbunyi: “Domisili calon peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan alamat pada kartu keluarga yang diterbitkan paling singkat 1 (satu) tahun sebelum tanggal pendaftaran PPDB.”

Artinya, kata dia, perpindahan alamat KK diperkenankan secara hukum maksimal 1 tahun sebelum pendaftaran PPDB. Yang ilegal jika perpindahan kurang dari 1 tahun.

“Di sisi lain, fakta menunjukkan kualitas sekolah di Indonesia belum merata. Menyebabkan orang tua masih berlomba-lomba memasukkan anaknya ke sekolah yang dianggap lebih unggul,” lanjut Satriwan.

Kelebihan calon peserta didik, terbatas daya tampung
Permasalahan kedua dalam PPDB adalah sekolah kelebihan calon peserta didik baru karena terbatasnya daya tampung, khususnya di wilayah perkotaan.

Dia mengatakan jumlah sekolah negeri dan daya tampung sekolah umumnya lebih sedikit ketimbang jumlah calon siswa. Oleh sebab itu, kata Satriawan, jumlah kursi dan ruang kelas tidak dapat menampung semua calon peserta didik.

“Alhasil calon siswa terlempar meskipun di satu zona. Faktor utamanya sebaran sekolah negeri tak merata,” ucap dia.

DKI Jakarta misalnya, Satriawan mengatakan jumlah calon peserta didik baru (CPDB) 2023 jenjang SMP/MTs adalah 149.530 siswa, tetapi total daya tampung hanya 71.489 siswa atau sekitar 47,81 persen saja.

Untuk jenjang SMA/MA/SMK, CPDB adalah 139.841 siswa, sedangkan total daya tampung hanya 28.937 atau hanya 20,69 persen saja.

Untuk daya tampung jenjang SMK justru lebih sedikit lagi hanya 19.387 siswa atau hanya 13,87 persen saja.

“Implikasinya adalah dipastikan tidak semua calon siswa dapat diterima di sekolah negeri, swasta menjadi pilihan terakhir,” lanjut Satriwan.

Dia berpendapat solusi permasalahan daya tampung dapat dengan membangun Unit Sekolah Baru (USB) atau tambahan ruang kelas tapi dengan mempertimbangkan secara sekolah swasta agar mereka tetap punya siswa.

“Pemprov DKI Jakarta yang APBD nya besar saja tidak mampu menambah USB dan ruang kelas baru. Faktor biaya besar dan keterbatasan lahan baru untuk USB penyebabnya,” kata Satriwan.

Sekolah kekurangan siswa

Sama dengan persoalan sekolah kelebihan siswa. Masalah sekolah kekurangan siswa dipicu oleh sebaran sekolah yang tidak merata di wilayah. Namun, persoalan ini juga dipicu faktor lain, salah satunya karena sepi peminat atau karena lokasi sekolah jauh di pelosok pedalaman atau perbatasan yang aksesnya sulit.

“Faktor utamanya sebaran sekolah negeri tak merata,” ucap Satriwan.

Kasus ini misalnya terjadi di Magelang, Temanggung, Solo, Sleman, Klaten, Batang, dan Pangkal Pinang. Di Batang, ada 21 SMP negeri kekurangan siswa pada PPDB 2022. Lalu Jepara, Yogyakarta, dan Semarang. Di Jepara, dalam PPDB 2023 hingga akhir Juni tercatat 12 SMP negeri masih kekurangan siswa.

“Di Yogyakarta ada 3 SMA negeri yang masih kekurangan siswa. Di kabupaten Semarang dalam PPDB 2023 ini sebanyak 99 SD negeri tak dapat siswa baru sehingga guru harus mencari murid dari rumah ke rumah,” kata Kepala Bidang Litbang Pendidikan P2G Feriansyah.

Menurut Feriansyah, persoalan sekolah kekurangan siswa ini dapat berdampak serius kepada jam mengajar guru. Bagi guru yang sudah mendapat Tunjangan Profesi Guru bisa terancam tidak menerima lagi tunjangannya, karena kekurangan jam mengajar 24 jam/seminggu yang disyaratkan oleh peraturan.

“Solusi sekolah kekurangan murid adalah pemda hendaknya melakukan merger, menggabungkan sekolah negeri dan memperbaiki akses infrastruktur dan transportasi menuju sekolah,” jelas mahasiswa program doktor UGM ini.

Jual beli kursi, siswa titipan hingga pungli

Masalah dalam PPDB yang juga sering muncul adalah praktik jual beli kursi, pungli, dan siswa titipan dari pejabat atau tokoh di wilayah tersebut. P2G mencatat kasus demikian terjadi di Bali, Bengkulu, Tangerang, Bandung, dan Depok.

Dia mengatakan modusnya adalah menitipkan siswa atas nama pejabat tertentu ke sekolah. Panitia PPDB sekolah yaitu kepala sekolah dan guru tidak punya power menolak sehingga praktik ini diam-diam terus terjadi.

“Pernah ramai aksi titipan oknum anggota DPRD kota Bandung dalam PPDB 2022,” tuturnya.

Kelima, anak yang berasal dari keluarga tidak mampu (jalur afirmasi) dan anak dalam satu zonasi tidak dapat tertampung di sekolah negeri.

“Bagi P2G, sistem PPDB oleh pemerintah wajib memprioritaskan anak miskin dan satu zona untuk diterima di sekolah negeri,” tegas Feriyansyah.

Menurut Feriyansyah, sejatinya sistem PPDB berpihak pada anak miskin dan anak dapat bersekolah di dekat rumahnya. Lebih ringan untuk biaya ongkos termasuk faktor keamanan anak.

“Sepanjang anak miskin dan anak dekat sekolah tak dapat ditampung di sekolah negeri maka sistem PPDB gagal dalam mencapai tujuan utamanya,” ucap dia.

“Dan pemerintah dinilai gagal dalam membangun sistem pendidikan yang berkeadilan dan berkualitas,” imbuhnya.

CNNIndonesia.com telah menghubungi Plt Kepala Biro Kerjasama dan Humas Kemendikbud Ristek Anang Ristanto untuk meminta tanggapan atas desakan evaluasi sistem PPDB. Namun, Anang belum juga merespons hingga tulisan ini ditulis. (ds)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Hallo kawan, silahkan klik tombol Like / Follow untuk mendapatkan berita dan tulisan terbaru