MIMBAR-RAKYAT.Com (Jakarta) – Fraksi Partai Golkar di DPR mengajukan nota keberatan atas pencekalan Ketua DPR Setya Novanto oleh KPK. Surat nota keberatan itu dibahas badan musyawarah (Bamus) DPR.
“Seharian tadi memang banyak yang dibahas, selain soal paripurna ada yang menayakan pencekalan ketua DPR. Karena itu Kita bahas nota keberatan Fraksi Golkar atas pencekalan itu,” ujar Fahri Hamzah.
Akhirnya, pimpinan fraksi di DPR menyepakati keberatan pencekalan Setya Novanto. “Kita merasa ini memerlukan sikap kompak dan sikap dewan secara resmi. Karena itulah, berdasarkan rapim kami undang Bamus dan hampir semua fraksi hadir. Kami ingin ambil suatu sikap, paling tidak sikap Bamus,” ujar Fahri.
Bamus menyebutkan pencekalan Novanto oleh KPK dinilai menghambat kinerja DPR. Padahal Setya Novanto dianggap sangat kooperatif saat diperiksa KPK terkait kasus e-KTP.
“Ini mencoreng nama Indonesia dan DPR dalam diplomasi internasional. Kalau pengajuan pencekalan dianggap memudahkan pemeriksaan, ketua DPR paling kooperatif diperiksa KPK,” jelas Fahri.
Pencekalan Ketua DPR Setya Novanto, karena keterangannya sangat diperlukan. Novanto kemungkinan akan dimintai keterangan lagi terkait proses penyidikan tersangka kasus korupsi e-KTP Andi Agustinus alias Andi Narogong.
“Kenapa KPK memutuskan untuk melakukan pencekalan? Itu lebih karena untuk penyidikan dalam kasusnya AA (Andi Agustinus),” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.
Dikatakan keterangan Setya Novanto sangat diperlukan.”Kami melihat keterangan SN (Setya Novanto) sangat diperlukan ketika penyidik memanggil yang bersangkutan untuk dimintai keterangan maupun pada saat proses persidangan. Itu alasan kenapa SN dilakukan pencekalan,” imbuh Alexander, Selasa (11/4).
Novanto dicegah bepergian ke luar negeri oleh KPK selama 6 bulan ke depan sejak Senin (10/4). Ketua Umum Partai Golkar itu juga mengaku telah mendengar perihal pencegahan itu dan mengaku siap mematuhi proses hukum yang berlaku.
Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono menganggap pencekalan Setya Novanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus korupsi e-KTP, merupakan hal biasa.
“Dalam proses persidangan Ini suatu hal yang biasa saja, jangan dianggap sebagai hal luar biasa,” ungkap Agung. Pernyataan Agung itu terkait dengan pencekalan Setnov yang statusnya sampai saat ini masih sebagai saksi.
“Soal pencekalan, itu kewenangan para hakim karena Pak Nov sudah bersaksi di pengadilan. Dan itu bisa jadi diterbitkan dan dicabut kembali oleh hakim,” kata Agung. Dia berharap agar persoalan pencekalan tersebut tidak disikapi berlebihan, khususnya dari internal partai.
Apalagi Novanto menurut Agung bersikap kooperatif dalam penanganan kasus korupsi yang merugikan negara sebesar Rp 2,4 triliun itu. “Pak Nov kooperatif, maka tidak perlu bereaksi berlebihan, terutama pimpinan Golkar di daerah,” ucapnya.
Kemungkinan Novanto terseret dalam kasus e-KTP beberapa orang di internal Partai Golkar mulai kasak-kusuk. Mantan Ketua DPR yang digusur Setya Novanto, Ade Komarudin juga pernah bersaksi dan nadanya tidak menguntungkan bagi Setya Novanto.
Agung menilai kalau ada kader Golkar yang kasak-kusuk untuk pergantian Setya Novanto sebagai Ketua Umum Golkar maupun DPR dianggap berlebihan.
“Kita harus menghormati asas praduga tak bersalah. Pak Nov sudah mengatakan siap diperiksa kapan saja. Kita harus berikan waktu pada proses hukum ini,” terang Agung.(joh)