Siapa tak kenal dengan Bakso Lapangan Tembak? Bakso yang gerainya sudah sekitar 140 tempat di berbagai daerah di Indonesia ini, ternyata tumbuh dan besar dari lingkungan Siwo PWI Jaya.
Selain memunculkan sejumlah nama wartawan olahraga yang berhasil di bidangnya, ternyata Siwo PWI Jaya juga menghasilkan seorang pengusaha yang menjadi “konglomerat bakso”.
Begini ceritanya.
Pada awal tahun 70-an, para peliput olahraga mulai berkumpul di lapangan tembak. Di salah satu bangunan kecil berlantai satu, terdapat satu ruang masih kosong dan tempat kosong itu digunakan untuk bermain tenis meja.
Salah satu pemain yang rajin bermain tenis meja, rekan Nico Wattimena dari Indonesian Times, tentu saja bersama rekan lain dari berbagai media.
Sedang asyik bermain tenis meja, datang seorang penjual bakso seperti memaksa menawarkan dagangannya.
Pedagang bakso itu adalah Mas Min, yang menjual bakso dengan pikulan dari dan berpindah tempat. Semangkok harganya hanya ketika itu Rp25,00,- (duapuluh lima rupiah).
Bakso dagangannya sesuai dengan selera para rekan wartawan sehingga santapan itu pun pun menjadi makanan kesukaan dan Mas Min menjadi langganan para wartawan.
Usaha pun terus berkembang. Dari pikulan meningkat ke gerobak. Setelah berdagang dengan gerobak di pintu utara lapangan tembak, dagangan pun bertambah dengan es teler.
Langganan pun terus bertambah. Selain pelajar dari SMAN 24 yang bertetangga dengan lapangan Tembak, bakso lapangan tembak mulai menjadi tempat nongkrong karyawan DPR, TVRI dan kantor-kantor di Manggala Bhakti.
Suatu saat, seorang petugas dari lapangan tembak datang mencari saya. Katanya, Mas Min mau bicara dengan saya.
Saya pun bertemu dengan pemilik gerobak bakso lapangan tembak. Ia minta tolong agar saya bisa bicara dengan Kepala Dinas Olahraga yang bertanggung mengelola lapangan tembak, untuk tidak menggusur gerobaknya dari lapangan tembak.
Tanpa keberatan dan dengan rasa simpati kepada pedagang kecil, saya pun menghubungi Pak Kusnan Ismukanto, Kepala Dinas Olaharaga. Mas Min pun bertahan di lapangan tembak. Bahkan diberikan lapak untuk mengembangkan usahanya di sebelah, lengkap dengan fasilitas parkirnya.
Mas Min pun menjadi konglemerat dengan ratusan tempat usaha dengan merek dagang Bakso Lapangan Tembak. Hebat, Siwo PWI Jaya selain melahirkan wartawan-wartawan ternama, melahir seorang pengusaha besar di bidang jasa kuliner.
Pedagang bakso ini akhirnya menjadi orang terkenal bahkan namanya tercantum dalam wikipedia.org dengan nama Ki Ageng Widyanto Suryo Bawono (15 Juni 1949 – 9 Juli 2011). Ini keterangannya:
Widyanto memulai karirnya sebagai penjual bakso pikulan (asongan) sejak duduk di kelas 2 SMP pada tahun 1966 di Kota Solo.
Setelah tamat STM 1 di Solo, Widyanto merantau ke Jakarta tahun 1971 dengan bekal uang Rp.1.200. Di Jakarta dia melanjutkan profesinya sebagai pedagang bakso keliling. Setiap hari keluar masuk gang memikul dagangannya. Beberapa tahun kemudian,
Widyanto mengganti angkring dengan gerobak dorong. Di siang hari, Widyanto berkeliling dari gang ke gang di kawasan Petamburan, Slipi, Pejompongan dan Gelora Senayan. Lalu pada malam hari, Widyanto berjualan di kawasan Lapangan Tembak Senayan. Kemudian, di Lapangan Tembak itu, Widyanto mendapat pelanggan tetap baksonya.
Sejak 1982 Widyanto memutuskan berjualan setiap hari di luar pagar kompleks Lapangan Tembak Senayan. Pelanggannya pun semakin banyak, di antaranya para atlet pelatnas atletik, bulu tangkis, renang, dan menembak. Hingga akhirnya, tahun 1983, Widyanto dipersilahkan mendorong gerobak baksonya ke dalam kompleks.

Bahkan akhirnya diizinkan membuka warung kecil di lokasi parkir. Sejak itulah bakso Jawa itu dikenal masyarakat pelanggan dengan sebutan Bakso Lapangan Tembak Senayan.
Kemudian, Widyanto dimudahkan membuka beberapa gerai di lingkungan Senayan. Selain di halaman Gedung Bulutangkis, dia diizinkan menyewa lahan untuk buka warung bakso di Kelurahan Lapangan Tembak Senayan yang ditempatinya hingga sekarang.
Sampai akhirnya, dia pun mengembangkan usaha bakso menjadi waralaba (franchise) Bakso Lapangan Tembak Senayan. Sampai Widyanto wafat pada hari Sabtu 9 Juli 2011, usaha baksonya telah memiliki 140 cabang di seluruh Indonesia dan memecahkan rekor Muri sebagai cabang restoran bakso terbanyak.
Tempat kumpul wartawan
Lapangan tembak Senayan merupakan tempat kumpul para wartawan olahraga dari pagi sampai sore, bahkan bisa sampai malam, menunggu pertandingan yang berlangsung pada malam hari.
Keakraban semakin terjalin dalam ruangan yang panjang sekitar 8 X 6 meter dengan penyejuk udara, sepasang sofa dan puluhan kursi serta meja panjang buat rapat. Secara terpisah, di belakangnya ada ruangan buat petugas sekretariat dan sering digunakan buat rapat pengurus Siwo/PWI Jaya.
Dalam menunggu acara pertandingan atau kegiatan-kegiatan olahraga lainnya, selain saling tukar informasi, bersendagurau atau menyalurkan hobi buat yang gemar bermain bilyar, ada yang mengasah otak dengan bermain catur.
Di lapangan tembak Senayan itulah para kuli tinta bermarkas hampir lima belas tahun.
Lapangan tembak Senayan diresmikan Gubernur KDKI Jakarta Ali Sadikin menjelang pelaksanaan PON VIII tahun 1973 di Jakarta.
Selain ada bangunan utama sebagai tempat perlombaan menembak, ada bangunan terpisah mirip barak. Dan di barak itu ada restoran dan meja bilyar, lalu beberapa ruangan yang dijadikan kantor.
Di barak itulah berkantori Siwo/PWI Jaya, PB Perbakin dan Perwosi Jaya. Anak-anak Siwo yang tadinya ngumpul di tangga belakang gedung KONI Pusat di Pintu 1 Senayan, pindahan tongkrongan ke lapangan tembak yang letaknya di ujung jalan Asia Afrika yang berbatasan dengan jalan Gerbang Pemuda.
Kini kantor Siwo PWI sudah rata dengan tanah, sudah berganti dengan bangunan megah bernama Hotel Mulia, yang diresmikan Presiden Soeharto pada 1997.
Namun Siwo PWI Jaya – walau di mana pun letak kantornya – tetap ada di hati para anggotanya mulai yang sepuh hingga muda dan bila melihat atau bersantap di Bakso Lapangan Tembak, pastilah terkenang masa silam bersama teman di Lapangan Tembak.
Ingat lapangan tembak, tentu saja terbayang wajah…Mas Min.
(Sam Lantang – Ketua Siwo / PWI Jaya 1980-/1990 / arl)