MIMBAR-RAKYAT.Com (Jakarta) – Sukamawati Soekarno Putri diimbau agar meminta maaf secara terbuka terkait puisinya yang dinilai kontroversial di Indonesia Fashion Week beberapa waktu lalu dan dianggap menyinggung umat Islam.
Ketua DPR Bambang Soesatyo menilai hal itu dapat merusak keharmonisan hubungan umat beragama di Indonesia.
“Menyinggung sekali karena kita hidup dalam keragaman agama” jelas Bamsoet di Gedung Nusantara III DPR-RI Jakarta (4/4).
Bamsoet meyakini puisi itu bukanlah berasal suara keluarga Bung Karno melainkan dari pribadi Sukmawati sendiri.
Terkait respon dari Alumni 212 yang bersifat reaksioner, Basoet berpesan agar Alumni 212 tak membuat kegaduhan.
“Ya kita juga tersinggung, tapi saya harap bentuk protesnya santun dan gak membuat gaduh,” pungkasnya.
Puisi kontroversial yang dibacakan Sukmawati yang menyinggung tentang azan dan cadar, juga mengundang keprihatinan Ketua Umum Kowani Dr Ir. Giwo rubianto Wiyogo, M.Pd.
Menurut dia, sosok ibu bangsa bukan hanya urusan konde saja, namun ada tanggung jawab besar yang diembannya.
“Sebenarnya nama Ibu Indonesia , adalah suatu hal yang mulia yang pada tahun 1935, hasil keputusan kongres, wanita Indonesia wajib menjadi Ibu Bangsa, jadi bukan untuk urusan konde dan lain sebagainya,” ujar wanita yang akrab disapa Giwo ini dalam rilisnya, Rabu.
Giwo menjelaskan bahwa perempuan cantik, tidak hanya cantik penampilan, tapi juga cantik batin. Lebih-lebih kowani yang mendapat mandat sebagai
“Ibu Bangsa” yang merupakan hasil keputusan Kongres Perempuan ke-2 tahun 1935, disebutkan kewajiban perempuan Indonesia sebagai Ibu Bangsa yang berarti berusaha membina pertumbuhan generasi penerus yang lebih sadar akan kebangsaannya.
“Tugas sebagai Ibu Bangsa adalah sangat berat,vital namun sangat mulia karena harus mempersiapkan sebuah generasi yang sehat jasmani dan rohani, jujur, rajin, berkarakter, cakap, pintar, berpengetahuan, tahan uji, kreatif, inovatif, unggul dan berdaya saing, berwawasan luas dan memiliki wawasan kebangsaan yang militan tak mudah menyerah, kokoh tergoyahkan dan membanggakan,” paparnya lagi.
Dia pun menyayangkan masih seringnya Isu SARA digunakan untuk merusak persatuan bangsa.
“Seperti komoditas yang laris manis, isu SARA selalu saja diproduksi dan direproduksi meski rambu regulasi sudah banyak diterbitkan di Indonesia,”ujarnya.
Giwo kembali menegaskan dan mengingatkan agar tidak bermain dengan isu SARA apalagi sampai menyinggung pihak lainnya.
“Sudah menjadi aturan di KUHP, bahwa kita semua dilarang untuk bicara yang menyinggung SARA, demi keutuhan bangsa Indonesia,” tandasnya. (joh)