Mimbar-Rakyat,com (Damaskus) – Pasukan pemerintah Suriah dituduh menjatuhkan bahan kimia beracun di kubu pemberontak di Ghouta Timur. Serangan kimia di Douma, kubu pertahanan terakhir kelompok anti=pemerintah dekat ibu kota Suriah, Damaskus itu, telah menewaskan sedikitnya 70 orang dan ratusan cedera.
The White Helmets, sekelompok penyelamat yang dikenal sebagai Helm Putih dan beroperasi di daerah yang dikuasai oposisi di Suriah, mengatakan pada Al Jazeera, kejadian hari Sabtu waktu setempat itu menewaskan sebagian besar wanita dan anak-anak.
“Tujuh puluh orang mati lemas dan ratusan masih tercekik,” tutur Raed al-Saleh, kepala Helm Putih, kepada Al Jazeera, menambahkan bahwa jumlah korban tewas diperkirakan akan meningkat karena banyak orang berada dalam kondisi kritis.
Al-Saleh mengatakan bahwa gas klor yang dilepaskan, serta gas yang tidak teridentifikasi tetapi lebih kuat, dijatuhkan di Douma.
“Para sukarelawan White Helmet mencoba untuk membantu orang-orang, tetapi semua yang bisa kami lakukan adalah mengevakuasi mereka ke daerah lain dengan berjalan kaki karena sebagian besar kendaraan tidak berfungsi.”
Salah satu anggota White Helmets mengatakan kepada Al Jazeera bahwa seluruh keluarga mati lemas ketika mereka bersembunyi di ruang bawah tanah, mencoba mencari perlindungan dari serangan udara dan bom barel.
Pemerintah Amerika Serikat telah memperingatkan. Namun Pemerintah Suriah tidak peduli.
Pasukan pro-pemerintah dan sekutu mereka Jumat melancarkan serangan udara dan darat yang ganas ke Douma, kota yang terakhir dikuasai pemberontak di Ghouta Timur.
Kantor berita negara Suriah SANA menyebutkan pemboman besar-besaran yang menghancurkan 10 hari tenang, sebagai tanggapan terhadap penembakan oleh Jaish al-Islam, kelompok bersenjata yang mengendalikan Douma, di daerah pemukiman di Damaskus.
“Douma telah mengalami serangan udara yang intens dan banyak kota hancur,” kata Moayed al-Dayrani, seorang warga Douma dan relawan medis, kepada Al Jazeera, dan menambahkan bahwa para dokter berjuang untuk menjangkau semua korban.
“Kami saat ini berurusan dengan lebih dari 1.000 kasus orang yang berjuang bernafas setelah bom kaporit dijatuhkan di kota. Jumlah korban tewas mungkin akan meningkat lebih jauh.”
Douma Media Center, sebuah kelompok pro-oposisi, memuat gambar orang-orang yang sedang dirawat oleh petugas medis di media sosial, juga gambar mayat, termasuk banyak wanita dan anak-anak.
Petugas penyelamat juga memposting video orang-orang yang menunjukkan gejala yang konsisten dengan serangan gas. Beberapa orang mengeluarkan busa putih di sekitar mulut dan hidung mereka.
Ahmad Tarakji, presiden Asosiasi Medis Amerika Suriah, mengatakan bahwa “hanya ada beberapa dokter dan staf medis” yang masih ada “di Douma untuk mengobati tingginya jumlah korban jiwa”.
Berbicara kepada Al Jazeera dari Fresno, di negara bagian California, AS, Tarakji mengatakan bahwa banyak keluarga yang saat ini di Douma sedang berlindung di ruang bawah tanah untuk melindungi diri mereka sendiri dari bom barel dan penembakan.
“Menggunakan senjata kimia seperti klorin atau produk sejenis, secara de facto gas ini turun ke ruang bawah tanah dan orang-orang itu … mulai mabuk dengan senjata kimia itu dan itulah mengapa korbannya tinggi,” tambahnya.
Pemberontak di Ghouta Timur berhasil menahan pasukan militer Suriah selama bertahun-tahun peperangan, tetapi pengepungan pemerintah selama empat tahun terhadap distrik itu telah menyebabkan krisis kemanusiaan dengan kekurangan makanan dan obat-obatan yang parah.
Pekan lalu, dua kelompok pemberontak mencapai kesepakatan evakuasi dengan tentara Rusia, dan sekitar 19.000 orang berangkat ke provinsi utara Idlib. Mereka termasuk pejuang dari kelompok pemberontak Faylaq al-Rahman dan Ahrar al-Sham, keluarga mereka dan warga lainnya.
Hanan Halimah, seorang mantan penduduk Douma, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa lebih dari 100.000 warga sipil masih terperangkap dan tidak mungkin menerima bantuan apa pun karena kota mereka telah mengalami kerusakan parah akibat serangan pemerintah terakhir.***(janet)