Mimbar-Rakyat.com (Kuningan) – Tidak hanya di desa, di kota-kota besar pun budidaya lebah (urban bee) yang akrab disebut Teuweul dalam bahasa Sunda, kini menjadi salah satu hobi yang sedang digandrungi.
Selain perawatan yang mudah karena tidak harus rutin memberi pakan seperti ternak lain, budidaya lebah tanpa sengat cukup aman sehingga bisa dilakukan di halaman rumah bahkan di permukiman padat penduduk.
Budidaya lebah tanpa sengat juga kini menjadi salah satu tren hobi yang sekaligus menghasilkan, seperti yang ungkapkan Amar Thohir, warga Kabupaten Kuningan yang memanfaatkan pekarangan rumah sebagai lokasi budidaya.
Amar mengaku menggeluti budidaya lebah tanpa sengat ini sejak sekitar lima bulan lalu.
Awalnya ia memikirkan cara usaha di masa Pandemi, namun bisa mengikuti anjuran Pemerintah untuk diam dirumah, namun setelah menggeluti, justru menjadi hobi yang menyenangkan.
“Awalnya saya bersama rekan-rekan di komunitas Pemberdayaan Bakti Karya sedang berdiskusi tentang usaha di tengah Pandemi, kemudian tercetus ide untuk berternak lebah dari Rokhim Wahyono. Awalnya sekedar mencoba, namun setelah mencoba, ternyata budidaya lebah itu sangat mengasyikkan dan bisa menjadi hobi yang menghasilkan,” ungkap Amar dalam berbincangan dengan mimbar-rakyat.com, Jumat.
Saat mempelajari soal lebah, kata Amar, banyak pelajaran yang bisa diambil dari pola kerja lebah. Selain hanya memiliki dan taat pada satu ratu, lebah juga sangat kompak sehingga bisa membangun sarang yang indah.
“Banyak sekali kesenangan saat memperhatikan pola kerja lebah, meski bertubuh kecil, lebah mampu membuat sarang yang indah dengan kerja sama yang baik,” ujarnya.
Selain itu, menurut Amar, budidaya lebah juga tak terlalu repot seperti ternak lainnya. Lebah tak harus diberi pakan rutin. Cukup menyediakan vegetasi sebagai sumber pakan lebah, sehingga cocok juga untuk yang memiliki kesibukan dalam keseharian.
“Memelihara lebah itu tak serepot memelihara ternak lain. Kita tak perlu setiap hari mengurusnya. Kadang cukup seminggu sekali kita mengontrol, termasuk menjaga agar terlindungi dari predator seperti cicak, capung atau semut. Ya seperti pelihara tuyul, mereka cari makan sendiri dan memberikan hasil untuk kita,” ujar Amar seraya tertawa.
Lebah Teweul
Lebah yang dibudidayakan kebanyakan dari jenis Tetragonula Leaviceps atau dalam bahasa Sunda disebut Teuweul. Dipilihnya jenis tersebut karena mudah didapat dari alam sekitar Kabupaten Kuningan sehingga lebah mudah adaptasi.
Hobi beternak lebah juga bisa dikombinasikan dengan hobi bercocok tanam. Sejak memelihara lebah, ia juga mempelajari berbagai jenis tanaman baik bunga, buah maupun lainnya.
“Menyediakan pakan lebah juga menjadi hobi baru. Lebah butuh vegetasi baik berupa tanaman buah-buahan maupun bunga sebagai pakan lebah. Selain tanaman yang sudah terdapat di lingkungan sekitar, sebaiknya melakukan rekayasa vegetasi dengan menanam tanaman yang berbunga tak kenal musim seperti Air Mata Pengantin (AMP) atau Bunga Matahari dan sejenisnya,” ungkapnya.
Amar menjelaskan, lebah membutuhkan nektar untuk bahan membuat madu, pollen atau serbuk sari bunga dibutuhkan untuk pakan lebah pekerja dan juga resin yang berasal dari getah pohon digunakan untuk membuat propolis yang nantinya akan berfungsi sebagai kantung madu dan pollen, juga pelindung sarang dari serangan hama seperti semut.
Lebah Teuweul juga menghasilkan madu yang menurut penelitian memiliki khasiat yang lebih dibanding jenis lain. Meski sama-sama memiliki khasiat yang baik, madu yang dihasilkan lebah teuweul mengandung sari pollen propolis yang digunakan sebagai kantung madu.
Sedangkan untuk madu, saat ini kebanyakan masih diperoleh dari alam. Madu dipanen dari dalam bambu yang lebahnya dipindahkan ke kotak budidaya. Untuk beberapa kotak lebah juga sudah menghasilkan madu.
Jenis Leaviceps, ungkap Amar, sangat sedikit memproduksi madu dibanding jenis lainnya.
Sekitar 4-5 bulan menghasilkan 100-200 mili liter madu. Namun menurut keterangan yang ia dapat, madu yang dihasilkan oleh jenis ini kualitasnya sangat baik, karena kecil, bisa masuk kedalam bunga yang kecil sehingga nektar lebih majemuk.
Selain untuk konsumsi pribadi, hobi barunya ini juga memiliki nilai ekonomis. Setoples madu Teuweul murni berukuran 200ml dijual seharga Rp 120 ribu.
Setelah memiliki puluhan stup atau kotak budidaya, selain menjual madunya, Amar juga menjual koloni dalam kotak tersebut bagi mereka yang ingin juga melakukan budidaya lebah tanpa sengat tersebut.
Ia senang berbagi ilmu terkait budidaya lebah. Jika ada yang berminat untuk budidaya, ia dengan senang hati berbagi ilmu dan pengalaman sesuai kapasitas yang dimilikinya.
“Kita sama-sama belajar saja karena saya juga masih belajar dan terus belajar. InsyaAllah dengan banyak diskusi dan uji coba, kita bisa semakin menbah wawasan,” ujarnya.
Kotak budidaya dijual seharga kisaran Rp 200 ribu – Rp 250 ribu, tergantung kualitas koloni baik dari banyaknya lebah pekerja ataupun keaktifan dari lebah itu sendiri. (Andini Rahmawati/arl)