Banyak korban ditemukan di kuburan massal. Mereka adalah Muslim Rohingya, Myanmar, dari negara bagian Rakhine, yang dianiaya oleh kelompok penyeludup dan perdagangan manusia di Thailand.
Mimbar-Rakyat.com (Bangkok) – Thailand menjatuhkan vonis terhadap lebih dari 100 terdakwan yang dituduh terlibatpenyelundupan dan perdagangan migran dan pengungsi Muslim Rohingya, di perbatasan Thailand-Malaysia.
Dalam sidang pengadilan perdagangan manusia terbesar Rabu (19/7) itu, seperti dilaporkan Al Jazeera, hakim telah mengumumkan 21 vonis bersalah untuk 103 terdakwa. Dalam kasus terkait Muslim Rohingya yang merupakan warga negara Myanmar itu, diantara terdakwa terdapat oknum polisi Thailand dan politisi lokal.
Penangkapan terdakwa dimulai tahun 2015 menyusul penemuan 36 mayat di kuburan dangkal di Thailand selatan. Dari temuan itu diketahui bahwa korban adalah warga Muslim Rohingya yang melarikan diri dari penganiayaan di Myanmar. Mereka kemudian ditahan untuk tebusan di kamp-kamp hutan sebelum mereka dikirim ke Malaysia.
Banyak korban ditemukan di kuburan massal. Mereka adalah Muslim Rohingya, Myanmar, dari negara bagian Rakhine, yang dianiaya oleh kelompok penyeludup dan perdagangan manusia di Thailand.
Pihak berwenang mengatakan, migran ditahan di kamp-kamp sebagai sandera sampai kerabat mereka mampu membayar tebusan. Banyak diantara korban tidak berhasil keluar. Thailand belum mengeluarkan hasil lengkap tentang jumlah korban.
Kelompok-kelompok HAM meyakini jaringan perdagangan manusia masih berkembang di Thailand. “Kami percaya tindakan keras Itu hanya gangguan bagi jaringan perdagangan, tapi jaringan itu masih sangat banyak,” kata Amy Smith, direktur eksekutif kelompok hak asasi Fortify Hak.
Smith juga mengatakan sidang saat ini memiliki fokus yang sempit. “Kami meyakini masih banyak pelaku di luar sana,” katanya. “Ini adalah bisnis besar dengan uang besar.” Namun pemerintah Thailand membantah sindikat perdagangan manusia masih berkembang di Thailand.
Sunai Phasuk, seorang peneliti senior di Thailand Human Rights Watch, mengatakan: “Perlu penuntutan lebih bebrat terhadap para pedagang, serta bekerja keras untuk rehabilitasi korban perdagangan manusia.”
Wartawan tidak diizinkan berada di ruang pengadilan pada Rabu (19/7). Untuk mengikuti proses persidangan wartawan menyaksikan lewat layar televisi yang disediakan pengadilan.
Thailand secara historis menjadi sumber, tujuan dan negara transit untuk pria, wanita dan anak-anak miskin yang sering diselundupkan dan diperdagangkan ke negara-negara tetangga. Korban berasal dari Kamboja, Laos, dan Myanmar, dan dipaksa untuk bekerja di Thailand atau di Malaysia, sebagai buruh dan pekerja seks .
Wartawan Al Jazeera Scott Heidler, melaporkan dari Bangkok, sidang dilanjutkan besok. “Sebagian besar pengamat (HAM) berharap akan ada tindak lanjut.”
“Pengamat hak asasi manusia berharap ini hanya awal dan akan ada lebih banyak kasus berikutnya,” katanya. ***(janet)