Mimbar-Rakyat.com (Jakarta) – Perjalanan waktu begitu cepat, tak terasa usia semua orang terus bertambah, termasuk Haji Tinton Soeprapto yang memasuki usia 76 tahun, namun suaranya masih tetap menggelegar.
Mantan pebalap kondang itu – putra ketiga pasangan Mayjen Soejatmo (alm) dan Koestantinah (almh), lahir pada 21 Mei 1945 – pernah membalap di berbagai negara dan pernah mendapat penghargaan Adimanggala Krida dari pemerintah.
Ketika dihubungi Rabu (19/5/2021), nada suara dan intonasinya terdengar masih seperti ketika ia muda, menggelegar. Ia balik bertanya apa kabar, kemudian seperti biasa “ngoceh” berkepanjangan, tentunya tentang negara dan situasi dunia saat ini.
“Yu tahu gak, dulu nenek moyang kita berjuang menggunakan bambu runcing meraih kemerdekaan kita. Sekarang kok orang seenaknya ngomong, seenaknya bertindak dan melakukan berbagai hal. Mereka tidak menghargai perjuangan orangtua kita dahulu,” katanya di ujung telepon.
Maksud hati ingin bertanya, apa kesan dan filosofi hidupnya memasuki usia 76 tahun, tapi ia sudah lebih dahulu “ngoceh”, dan masih seperti dulu-dulu, penanya harus sabar jadi pendengar yang baik.
Bagi kalangan milenial, mungkin tidak mengetahui bahwa di negara ini pernah ada pebalap fenomenal dan menjadi idola kawula muda pada masa 1970-1980-an. Ketika itu, Sirkuit Ancol penuh sesak bila pria jangkung itu turun membalap.
Ini cuplikan tentang Tinton di jaman dulu:
Balap menjadi darah dan daging dalam tubuhnya. Maka, tidak berlebihan bila namanya dikenal di seluruh pelosok tanah air. Ketika Tinton memimpin panitia perlombaan Reli Karapan Mobil Tua dari Surabaya ke Bali pada penghujung1987, kendaraan yang ditumpanginya mendadak ngadat. Apa boleh buat, mobilnya terpaksa terdampar di bengkel kecil di Bangkalan, Madura. Rupanya, Tinton tidak sabar menunggu terlalu lama. Iseng-iseng la nangkring dalam becak yang sedang mangkal di tepi jalan. Keruan saja, para tukang becak lain tercengang. Mereka lalu saling berbisik.
Beberapa saat kemudian, orang-orang mulai yakin, sosok asing itu memang Tinton, pembalap beken yang namanya tidak asing lagi. Anak-anak mulai berkumpul mengitarinya. Suasana jadi semarak karena Tinton tak segan-segan bercanda dengan mereka. Kota Bangkalan “geger”. Berita ada pembalap nasional di kawasan itu dalam tempo singkat menyebar. “Saya tahu, ia pasti pembalap Tinton,” kata seorang tukang becak ketika ditanya apakah ia mengenal Tinton. “Tahu dari mana?” la menjawab, “Saya kerap melihatnya di televisi dan di koran.” (Tinton Soeprapto Ananda Mikola, Dari Balap ke Balap, A.R. Loebis, 2000).
Jaman doeloe, Tinton muda terkenal dengan motonya: Anak Bogor. Biar tekor asal kesohor.
Ia amat loyal dengan profesinya sebagai pebalap, mulai dari menangani Sirkuit Ancol pada 1975 dan bersama Hutomo MP mencetuskan berdirinya Sirkuit Internasional Sentul pada 1990.
Pada 1996 dan 1997, di Sirkuit Sentul diselenggarakan kejuaraan Indonesia MotoGP. Balapan besar lainnya adalah A1GP, Asian F3, ATCC, GP2 Asia, Formula BMW Asia, Formula V6 Asia dan kejuaraan dunia Superbike ( WSBK). Semangat Tinton semakin memuncak.
“Saya semangat sekali karena negara tercinta ini dipercaya sebagai tuan rumah MotoGP. Tapi ini butuh bantuan berbagai pihak untuk menyelenggarakan dan melanggengkannya,” kata Tinton.
Dari balap sepeda
Tinton mengawali kiprahnya dalam balapan melalui balap sepeda pada 1959 dan ketika itu ia bergabung dalam Geng Menteng bersama Soebronto Laras, Robert Silitonga, Saksono SA, Toddy Andreas. Geng ini selalu menang dalam acara balapan.
Tinton kerap menyelenggarakan berbagai acara balapan di Ancol – salah satu yang terkenal adalan Sunday Afternoon Race, kemudian Formula Pasifik pada 1976, serta lomba side-car bertaraf internasional. Ia juga pernah menggelar balap bajaj dan truk.
Ia semakin fenomenal ketika membentuk sasana tinju Tonsco dan bertindak sebagai promotor tinju pro. Ia menyelenggarakan pertandingan di atas kolam renang, serta di kawah Gunung Bromo.
Ayah dua pebalap tenar ini – Ananda Mikola (kini pengurus IMI) dan Moreno Soeprapto (kini anggota DPRRI) – hasil perkawinan dengan Dewi Anggraini, hingga kini masih aktif bekerja di Sirkuit Sentul.
Salah seorang karyawan Tinton yang paling lama bekerja dengannya, sejak 1974 hingga sekarang, Unggul Ritonga, angkat bicara mengomentari Tinton.
“Saya salut, kendati usianya lanjut tapi semangatnya tinggi. Ia masih aktip di bidang olahraga dan sosial hingga hari ini,” kata Unggul, sembari mendoakan semoga Tinton senantiasa sehat walafiat.
Unggul menjelaskan, Tinton bahkan berniat membangun sirkuit internasional di Batam dan di bidang sosial melalui Yayasan Pembela Tanah Air (Yapeta) memperjuangkan tanda kehormatan perintis kemerdekaan bagi para mantan tentara Peta.
Tinton bersama Hutomo Mandala Putra dan Ricardo Gelael, bahkan kini bergabung dalam Badan Pembina IMI (Ikatan Motor Indonesia, organisasi tua yang dipimpin Bambang Soesatyo, yang juga ketua MPR RI.
“Kehadiran Tinton, Hutomo MP dan Ricardo Gelael di IMI membawa angin segar bagi IMI,” kata Bamsoet, panggilan akrab Bambang Soesatyo.
Selamat ulang tahun Mas Tinton Soeprapto. (A.R. Loebis)