Mimbar-Rakyat.com (Ciporang, Kuningan) – Usai belajar daring, ngapain ya, apalagi Kabupaten Kuningan lagi zona merah di masa Pandemi Covid-19?
Anak – anak sekolah di Kelurahan Ciporang, Kabupaten Kuningan, tidak habis akal, mereka memanfaatkan waktu luang mencari atau ngurek belut.
Anak – anak itu tampak asik memancing dengan senar untuk ngecop belut, pada lahan persawahan yang belum digarap, seperti diamati Andini Rahmawati dari mimbar-rakyat.com, Rabu.
Salah satu anak yang sedang mencari belut, Adi siswa kelas empat sekolah dasar, mengatakan, untuk.mengusir kejenuhan usai mengerjakan tugas sekolah, ia sering kali mencari belut di areal pesawahan yang berada di sekitar rumahnya, tepatnya di belakang Makodim 0615/Kuningan.
Meski ia beberapa kali gagal mendapatkan belut, namun setelah tehnik ngecop kombinasi alat pancing ia kuasai dengan baik, akhirnya ia berhasil mendapatkan belut itu.
“Asyik, akhirnya dapat juga belutnya ,” teriaknya gembira.
Adi pun menangkap belut dengan menggunakan alat pancing, Ia pun mengatakan teknik ngecop belut dengan menggunakan senar pancing lebih muda.
“Caranya gini Teh pakai senar pancing, soalnya kalau pakai tangan aja, nanti tangannya suka sakit dan itu mah kudu sama yang ahlinya,” kata Adi.
Hal itu pun dibenarkan oleh temannya, Dadan, siswa SMP kelas 8, yang lebih memilih menggunakan tehnik kombinasi pancingan,
Ia pun menjelaskan cara menggunakannya. “Pertama senar pancing ini dikasih dulu empan (umpan), boleh cacing atau keong, terus dimasukan ke lubang sarang belut.
Untuk menandakan adanya belut, sambung Dadan, dapat dilihat dari busa atau gelembung yang ada di permukaan tanah.
“Ciri lubangnya ada belur, gampang teh, tinggal dicari yang ada busa telur belut, warna airnya tuh kekuningan. Nah itu biasanya ada belut,” kata Dadan.
Karena gigi belut yang tajam, lanjut Dadan, jadi harus menggunakan tali senar yang kuat. Dadan lebih memilih tali senar pelintir untuk memancing belut.
Satu kali proses memancing, ia harus menghabiskan lima hingga enam tali yang harus diganti karena putus.
Maka dari itu Ia menyiapkan tali yang banyak saat ngurek belut.
“Hasil tangkapan belut ini, mau digoreng, dimakan bareng-bareng. Kalau dapat banyak dikasihkan ke Mamah, atau dijual buat makan di rumah,” kata Dadan sembari memegang belut tangkapannya, yang dimasukan ke dalam ember.
Belut menurut Dadan memiliki zat gizi yang tinggi, dan bisa membantu orangtua saat Pandemi Covid-19 seperti sekarang ini.
“Iya mamah suka seneng kalau dapat belut, bisa dijadikan lauk di rumah, ngebantu mamah,”pungkasnya.
Belut sawah?
Adi dan kawan-kawan mungkin menangkap khewan yang dinamakan belut sawah, karena ditemukan mereka di kawasan lahan persawahan.
Belut sawah, mua, atau lindung adalah sejenis ikan anggota suku Synbranchidae, ordo Synbranchiiformes, yang mempunyai nilai ekonomi dan ekologi, demikian disebutkan dalam info kepustakaan.
Ikan ini dapat dimakan, baik digoreng, dimasak dengan saus pedas asam, atau digoreng renyah sebagai makanan ringan.
Dalam wikipedia disebutkan, belut adalah sekelompok ikan berbentuk mirip ular yang termasuk dalam suku synbranchidaem terdiri atas empat genera dengan total 20 jenis.
Jenis-jenisnya malah banyak yang belum diperikan dengan lengkap sehingga angka-angka itu dapat berubah. Anggotanya bersifat pantropis (ditemukan di semua daerah tropika).
Belut sawah yang biasa dijumpai di sawah dan dijual untuk dimakan, dapat mencapai panjang sekitar 1m (dalam bahasa Betawi disebut moa).
Kebanyakan belut tidak suka berenang dan lebih suka bersembunyi di dalam lumpur. Semua belut adalah pemangsa dan mangsanya biasanya berupa hewan kecil di rawa atau sungai, seperti ikan, katak, dan serangga.
Adi dan kawan-kawan menghabiskan waktu mereka dengan mencari belut dan setelah diolah dilahap mereka bersama teman dan keluaraga.
Alangkahkan enaknya menyantap belut gurih dan alangkah baiknya bila mereka pun nanti mau belajar tentang apa itu belut. (ndien/arl)