Mimbar-Rakyat.com (Jakarta) – Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas mengaku tak setuju pembatasan umur untuk bisa menjadi calon presiden atau calon wakil presiden minimal 35 tahun atau 40 tahun.
Kini, batas usia capres dan cawapres sedang diuji materi atau judicial review dan akan diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin, 16 Oktober 2023.
“Menurut saya pribadi, meskipun umurnya belum lagi 40 tahun atau 35 tahun, asal dia memiliki kemampuan dan masyarakat percaya kepadanya, mengapa tidak?,” kata Anwar melalui keterangannya, Senin, 16 Oktober 2023.
Anwar Abbas punya alasan dalam menyampaikan dasar berpandangan tersebut. Menurut dia, Indonesia pernah punya seorang tokoh muda yang sangat cerdas dan lincah bernama Sutan Sjahrir.
“Beliau pernah dipercaya menjadi Perdana Menteri dalam usia 36 tahun,” ujarnya.
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (ketiga kanan) didampingi hakim konstitusi memimpin sidang putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Bupati Paniai, Papua 2018 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta.
Pun, kata dia, pernah juga di Afrika Utara, yaitu Muammar Qaddafi menjadi pemimpin Libya saat usianya baru berumur 27 tahun. Dia pernah memimpin Libya selama 4 dekade walaupun akhirnya tewas dibunuh oleh pasukan revolusi.
Selain itu, Presiden Prancis, Emmanuel Macron yang piawai dan hebat dilantik dalam usia 38 tahun pada Mei 2017. Selanjutnya, Sebastian Kurz dari Austria karena reputasi dan kepercayaan yang tinggi dari rakyat, dipercaya menjadi Kanselir Austria saat berusia 31 tahun.
Begitu juga, Juri Ratas dari Estonia dilantik sebagai Perdana Menteri Estonia pada usia 38 tahun. Justru, Sanna Marin dari Finlandia menjabat sebagai Perdana Menteri dalam usia 34 tahun.
“Jadi, semestinya kita tidak perlu terlalu kaku dalam hal terkait usia untuk menjadi capres dan cawapres,” jelas Anwar.
Mestinya, kata dia, yang harus menjadi ukuran bukan masalah usia atau anak siapa atau keturunan siapa. Namun, menurut dia, yang jadi tolak ukur adalah kemampuan, reputasi, integrity dan kepercayaan masyarakat yang tinggi.
“Apalagi negara kita adalah negara demokrasi, maka persoalan pembatasan umur minimal semestinya tidak perlu dipersoalkan dan tidak perlu ada,” lanjut Anwar.
Dijelaskan Anwar, tokoh yang akan maju untuk jadi capres dan cawapres tidak hanya bisa diajukan dari partai politik. Namun, mereka bisa diusulkan dan didukung oleh masyarakat luas atau dari kelompok independen atau non partai. Namun, kata dia, kalau yang mengajukan capres dan cawapres hanya partai politik, dan rakyat tak diberi kesempatan maka dianggapnya kurang elok.
Sebab, untuk mengajukan calon sudah disepakati dan disediakan oleh para elite politik tingkat atas saja, sementara rakyat tak dilibatkan.
“Karena akan berpotensi mengundang banyak masalah, kontroversi dan kecurigaan yang tinggi sehingga kalau tidak hati-hati. Maka hal tersebut jelas bisa melahirkan pro kontra di tengah-tengah kehidupan masyarakat, sehingga stabilitas politik nasional jelas akan terganggu. Tentu saja, kita tidak mau hal itu terjadi,” ujarnya. (ds/sumber Viva.co.id)