Mimbar-Rakyat.com (Jakarta) – Abdullah Lahay sebagai wartawan tidak diragukan lagi pengabdiannya di bidang organisasi profesi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Lahay yang akrab disapa Bang Dullah di lingkaran komunitas Gorontalo, kini telah pergi mendahului kita untuk selamanya.
“Dia merupakan wartawan senior yang pernah menjadi Pengurus Wartawan Indonesia (PWI) Jaya,” kata Abdul Ghofur, sahabat dekat Abdullah Lahay yang sama-sama pernah bekerja sebagai wartawan di Harian Terbit. Almarhum juga pernah menjadi Pengurus PWI Pusat, ketika PWI dipimpin oleh Ketua Umum Tarman Azzam.
Ketua Umum PWI Pusat Atal S. Depari merasa kehilangan atas meninggalnya Bang Dullah yang dia kenal sebagai wartawan yang menulis dengan baik, memberi keteladanan bagi wartawan lainnya.
“Saya sering membaca tulisan-tulisannya, terutama yang berkaitan dengan perkembangan Gorontalo,” kata Atal yang juga mengakui dedikasi almarhum dalam dunia wartawan patut diacungi jempol. Hingga akhir hayat Bang Dullah masih sebagai wartawan.
Abdul Ghofur menceritakan banyak kenangan bersama Bang Dullah, sewaktu aktif di Harian Terbit. “Beliau sebagai redaktur, sementara saya sebagai wartawan di DPR,” kenang Ghofur yang juga menulis kenangannya bersama almarhum di akun Facebook-nya.
Ghofur menerima kabar dari WhatsApp Grup mantan Harian Terbit, Bang Dullah meninggal Minggu, 3 Oktober 2021 Pukul 07.30 di kediamannya Jalan Delima 3/60 Klender, Jakarta Timur karena sakit.
Kabar duka itu menyebar cepat di grup-grup WhatsApp dan media sosial kalangan wartawan. Banyak wartawan yang turut berbela sungkawa atas kepergian Bang Dullah.
Wartawan senior yang merasa kehilangan dan turut mendoakan itu antara lain Ilham Bintang (Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat), Marah Sakti Siregar, Mahmud Marhaba, Eko Pamuji, Rony Simon, Suprapto, AR Loebis, Hermansyah, Datiz van Datu, Gunawan Setiadi, dan Karim Paputungan.
Ghofur menuturkan, ketika masih bekerja dengan Bang Dullah, saat itu bertepatan dengan pemekaran dan pembentukan Provinsi Gorontalo.
Bang Dullah berperan dalam pembentukan opini publik, terutama agar maksud awal dibentuknya Provinsi Gorontalo mendapatkan dukungan masyarakat luas.
Apalagi pemekaran itu mendapat hambatan, bukan saja dari kelompok masyarakat yang tidak setuju, tapi juga beberapa tokoh daerah di pusat ikut-ikut menentang.
Sebagai peliput di DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) Ghofur memiliki akses dengan Komisi II yang membidangi Pemerintah Dalam Negeri. Atas pesan Bang Dullah, dia berhasil mempertemukannya dengan HM La Ode Djeni Hasmar. La Ode sebagai koordinator pemekaran daerah seluruh Indonesia.
Pertemuan berlangsung baik, bahkan ditindaklanjuti dengan seminar dan dialog publik. Gaung bersambut. Puncaknya DPR menyetujui Gorontalo sebagai provinsi baru. Terpilih sebagai gubernur adalah Fadel Muhammad.
Bang Dullah belakangan menerbitkan dan memimpin koran Limbato Expres. “Saya dalam kapasitas sebagai Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pernah berkunjung ke Gorontalo,” kata Ghofur.
Bang Dullah mengutus anak buahnya menjemput Ghofur di hotel. Mereka kemudian berkeliling, antara lain meninjau percetakan.
“Pak Ghofur, nama kita berdua seharusnya masuk dalam tugu prasasti sebagai ujung tombak pembentuk Provinsi Gorontalo,” kata Pak Dullah kepada Ghofur berkelakar.
Nur Alim, rekan almarhum seperti dikutip Ghofur mengungkapkan bahwa Bang Dullah juga menerbitkan tabloid perjuangan bernama “Swara Gorontalo”. Tabloid ini berkantor di kawasan Setia Budi Jakarta Selatan. Milik Karim Kono, tokoh Gorontalo, politisi dan pengusaha.
Nur Alim diajak bergabung sebagai editor tabloid tersebut. Sayangnya setelah Gorontalo menjadi provinsi terpisah dari Sulawesi Utara, tabloid “Swara Gorontalo” pun ditutup.
Abdullah Lahay, terakhir aktif sebagai komisaris sekaligus Pemimpin Redaksi media online Tilongkabila.
Selamat jalan Bang Dullah.
Semoga mendapat tempat terbaik di sisi Allah SWT. (R)